INTERNATIONAL JOURNAL OF RESEARCH AND INNOVATION IN SOCIAL SCIENCE (IJRISS)
ISSN No. 2454-6186 | DOI: 10.47772/IJRISS | Volume IX Issue X October 2025


Page 3673 www.rsisinternational.org





Efektivitas Pemblokiran Rekening Dormant Oleh Tugas Pusat
Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Berdasarkan

Aspek Perlindungan Konsumen Dalam Ranah Perbankan
Dadang Prasetyo Aji

Universitas Negeri Semarang, Semarang, Indonesia

DOI: https://dx.doi.org/10.47772/IJRISS.2025.910000301

Received: 10 October 2025; Accepted: 20 October 2025; Published: 11 November 2025

ABSTRAK

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merupakan lembaga independen yang memiliki
peran strategis dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Lembaga ini
bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan berfungsi sebagai mitra utama aparat penegak hukum dalam
mengungkap kasus-kasus pencucian uang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemblokiran
rekening dormant oleh tugas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berdasarkan aspek
perlindungan konsumen dalam ranah perbankan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode hukum
yuridis sosiologis, dengan pendekatan terhadap implementasi penerapan kebijakan di masyarakat secara
langsung yakni nasabah sebagai konsumen dalam ranah perbankan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam
implementasi penanggualangan dengan cara melakukan pemblokiran rekening dormant oleh PPATK
menghadapi sejumlah hambatan seperti celah hukum (loopholes) dalam regulasi sektor keuangan, tumpang
tindih peraturan perundang-undangan, serta kurangnya sarana dan prasaran yang dapat dilakukan oleh pihak
eksternal sehingga berdampak pada adanya nasabah selaku konsumen yang merasa dirugikan karena kebijakan
dinilai belum tepat sasaran dan menimbulkan kurangnya rasa percaya masyarakat untuk menyimpan aset di bank.
Kesimpulan yang dapat diambil yakni peran PPATK dalam pencegahan tindak pidana pencucian uang sangat
krusial sehingga perlu adanya pembenahan regulasi dalam mengimplementasikan kebijakan pemblokiran
rekening dormant sehingga meminimalisir terjadinya migitasi risiko yang dapat ditimbulkan karena nasabah
yang merasa dirugikan dengan adanya kebijakan tersebut.

Kata Kunci : Perbankan, Nasabah, PPATK

Abstract

The Financial Transaction Reports and Analysis Center (PPATK) is an independent institution with a strategic
role in preventing and eradicating money laundering in Indonesia. This institution reports directly to the
President and serves as the primary partner of law enforcement officials in uncovering money laundering cases.
This study aims to determine the effectiveness of the PPATK's blocking of dormant accounts, based on consumer
protection aspects in the banking sector. The research method used is a sociological legal approach, with an
approach to policy implementation directly within the community, specifically customers as consumers in the
banking sector. The results indicate that the PPATK's implementation of the blocking of dormant accounts faces
several obstacles, such as loopholes in financial sector regulations, overlapping laws and regulations, and a lack
of facilities and infrastructure available to external parties. This has resulted in customers feeling disadvantaged
because the policy is deemed ineffective and has led to a lack of public trust in banking assets. The conclusion
that can be drawn is that the PPATK's role in preventing money laundering is crucial, necessitating regulatory
reforms in implementing the dormant account blocking policy to minimize the risk mitigation that could arise
from customers who feel disadvantaged by the policy.

Keywords: Banking, Customers, PPATK

INTERNATIONAL JOURNAL OF RESEARCH AND INNOVATION IN SOCIAL SCIENCE (IJRISS)
ISSN No. 2454-6186 | DOI: 10.47772/IJRISS | Volume IX Issue X October 2025


Page 3674 www.rsisinternational.org





Pendahuluan

Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam industri perbankan menganut penerapan prinsip Known Your
Customer Principles dan Financial Action Task Force (FATF)
dipergunakan sebagai parameter masyarakat
dalam skala internasional untuk menilai kepatuhan suatu negara terhadap standar internasional untuk mencegah
dan memberantas pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme.1 Selain itu pencegahan yang lebih optimal juga
dilakukan oleh Bank Indonesia yang sementara aktif dan berkesinambungan berkoordinasi dengan lembaga-
lembaga terkait, antara lain Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), Badan Pengawas pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK), dan Universitas.
Pencucian uang dalam prakteknya hampir selalu melibatkan perbankan karena adanya globalisasi perbankan,
sehingga melalui sistem pembayaran, terutama yang bersifat elektronik, dana hasil kejahatan pada umumnya
dalam jumlah besar akan mengalir atau bergerak melampaui batas yuridiksi suatu negara dengan memanfaatkan
faktor kerahasiaan bank yang umumnya dijunjung tinggi oleh perbankan. Menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,
diharapkan tindak Pidana Pencucian Uang dapat dicegah atau diberantas, dimana bentuknya antara lain adalah
kriminalisasi atas semua perbuatan dalam setiap tahap proses pencucian uang sebagai berikut :

1. Penempatan (placement), yakni upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke dalam
sistem keuangan (finansial system) atau upaya menempatkan uang sertifikat deposito, dan sistem keuangan
terutama giral (cheque, wesel bank, lain-lain) kembali ke dalam sistem perbankan.

2. Transfer (layering), yakni kekayaan yang berasal dari upaya untuk mentransfer harta dari tindak pidana (dirty
money
) yang telah berhasil ditempatkan pada penyedia jasa keuangan (terutama bank) sebagai hasil upaya
penempatan (placement) ke penyedia jasa keuangan yang lain. 2

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah-masalah yang akan
dibahas dalam penelitian ini, yaitu:

1) Bagaimana efektivitas implementasi pemblokiran rekening dormant oleh Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang?

2) Bagaimana dampak pemblokiran rekening dormant oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK) dalam sektor perbankan?

Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif atau Qualitative Research
Approach
pada hakikatnya adalah mengamati orang dalam lingkungannya dengan adanya sebuah interaksi serta
berusaha memahami bahasa serta tafsiran tentang mereka dan dunia sekitarnya. Tujuan dari pendekatan kualitatif
adalah untuk memperoleh pengertian dan pemahaman tentang suatu peristiwa atau perilaku manusia dalam suatu
organisasi atau institusi, Adapaun jenis penelitian Yuridis-Sosiologis dengan mengkaji konsep, kaidah-kaidah,
pandangan dari masyarakat, doktrin-doktrin hukum, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam
permasalahan yang sedang diangkat untuk diteliti untuk menjelaskan fungsi, interaksi dan konflik yang terjadi
dalam suatu masyarakat tertentu. Dengan menggunakan teori efektivitas hukum dan teori perlindungan hukum
terkait efektivitas pemblokiran rekening dormant oleh Tugas Pusat Pelaporan dan Alisis Transaksi (PPATK)
berdasarkan aspek perlindungan konsumen dalam ranah perbankan

Hasil Dan Pembahasan

A. Upaya Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan Dalam Mencegah Terjadinya Tindak
Pidana Pencucian Uang.


1 Andario, R. (2016). Peranan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) Dalam Mencegah Tindak Pidana Pencucian
Uang. Lex Administratum, 4(4).
2 Kalalo, A., & Putong, D. D. (2022). Upaya Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dalam Mencegah Tindak
Pidana Pencucian Uang Dalam Sistem Perbankan. Jurnal Hukum to-ra: Hukum Untuk Mengatur dan Melindungi Masyarakat, 8(2),
149-161.

INTERNATIONAL JOURNAL OF RESEARCH AND INNOVATION IN SOCIAL SCIENCE (IJRISS)
ISSN No. 2454-6186 | DOI: 10.47772/IJRISS | Volume IX Issue X October 2025


Page 3675 www.rsisinternational.org





Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merupakan sebuah lembaga yang mewajibkan
penyedia jasa keuangan supaya terus menerus melakukan pengawasan atas indikasi pelaku kejahatan dengan
memanfaatkan sistem keuangan sebagai sarana kegiatan pencucian uang. Adapun tugas lain dari Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) adalah membantu penegak hukum untuk terkait proses hukum dalam
melaksanakan tugasnya dengan memperhatikan mitigasi risiko yang dapat ditimbulkan. Oleh karena itu,
kewaspadaan sangat diperhatikan dalam menghindari pemanfaatan sistem keuangan sebagai sarana dalam
melakukan tindak pidana pencucian uang dan melakukan penanggualangan dalam menghadapi tindak pidana
pencucian uang.3 Terdapat tugas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) adalah melakukan :

1) Identifikasi dan verifikasi nasabah atau penggunaan jasa keuangan;

2) Identifikasi transaksi keuangan mencurigakan (suspicious transactions) dan transaksi tunai dalam jumlah
tertentu (cash transactions);

3) Pelaporan transaksi keuangan;

4) Menata usahakan dokumen;

5) Pelatihan karyawan 4

Adapun tujuan setiap penyedia Jasa Keuangan memiliki sistem yang memungkinkan dilaksanakannya untuk
mengetahui antara lain:

1. Mengetahui identitas sebenarnya dari nasabah yang menggunakan jasanya;

2. Mengidentifikasikan transaksi keuangan yang mencurigakan dan melaporkannya kepada Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK);

3. Mengidentifikasikan transaksi tunai dalam jumlah tertentu dan melaporkan kepada Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK);

4. Menyimpan dokumen atau data dalam waktu yang diperlukan;

5. Memberikan pelatihan kepada pejabat atau staf terkait;

6. Berkoordinasi secara erat dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk hal-hal
yang berkaitan dengan sistem dan kebijakan untuk waspada;

7. Memastikan bahwa internal audit dan unit kerja compliance atau kepatuhan terhadap pelaksanaan dan
operasional sistem dan kebijakan intern masingmasing Penyedia Jasa Kuangan.5

Saat ini sedang ramai dibahas oleh masyarakat yakni terkait pemblokiran rekening dormant oleh Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Rekening dormant merupakan rekening dari nasabah individu
maupun non individu baik dalam bentuk rekening pribadi atau rekening yang bersifat bantuan yang memiliki
riwayat kurang lebih sekitar 6 (enam) bulan atau sekitar 180 (seratus delapan puluh) hari atau lebih dengan
kondisi nasabah tidak melakukan transaksi debit maupun kredit kecuali pemotongan otomatis seperti biaya
administrasi, bunga, atau pajak. Rekening yang memiliki status dormant dapat membatasi ruang lingkup nasabah
sebagai customer dalam bertransaksi dengan dana yang mereka miliki. Rekening tidak dapat dilakukan penarikan
uang, transfer, pembayaran, bahkan hingga aktivitas layanan digital banking sehingga perlu melakukan


3 Rosikhu, M. (2020). Peran Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan Dalam Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang. Jurnal Fundamental Justice, 51-59.
4 Harahap, H. H. (2020). Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Amaliah: Jurnal Pengabdian Kepada
Masyarakat, 4(2), 186-190.
5 Ansori, G. S. (2022). Peran PPATK Dalam Mencegah Dan Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang. Unira Law Journal, 1(1),
37.

INTERNATIONAL JOURNAL OF RESEARCH AND INNOVATION IN SOCIAL SCIENCE (IJRISS)
ISSN No. 2454-6186 | DOI: 10.47772/IJRISS | Volume IX Issue X October 2025


Page 3676 www.rsisinternational.org





pemrosesan aktivasi kembali. Apabila rekening dengan status dormant dibiarkan dalam jangka waktu yang lebih
lama, maka rekening tersebut dapat berpotensi ditutup otomatis secara permanen atau closed. Adapun penyebab
lain yang dapat menjadi faktor rekening menjadi status dormant yakni rekening tanpa saldo atau dengan saldo
minimum karena habis terpotong biaya administrasi tanpa adanya setoran baru, atas permintaan dari pihak
berwenang yakni aparat penegak hukum dalam kondisi tertentu apabila rekening terindikasi terlibat dalam tindak
pidana atau pencucian uang, rekening nasabah meninggal dunia dengan tujuan untuk meminimalisir mitigasi
risiko penyalahgunaan rekening dan hanya dapat diakses oleh ahli waris dah melalui prosedur yang diterapkan
oleh bank.

Adapun dampak yang dapat ditimbulkan dari rekening yang memiliki status dormant:

1) Rekening tidak dapat digunakan untuk bertransaksi

2) Berisiko dapat ditutup permanent secara otomasi apabila dibiarkan dalam jangka waktu yang lebih lama

3) Adanya pembatasan yang dialami oleh nasabah untuk mengakses dana meskipun terdapat saldo di rekening
sebelum nasabah melakukan aktivasi ulang oleh pihak bank.

Adapun dampak kepada perusahaan perbankan antara lain hilangnya rasa kepercayaan nasabah untuk menitipkan
asetnya kepada perusahaan perbankan sehingga banyak nasabah yang melakukan penarikan seluruh aset yang
dimiliki karena kekhawatiran dari issue pemblokiran rekening oleh PPATK.

Perlindungan Konsumen dalam ranah perbankan, perlu diketahui sebelumnya bahwa terdapat ketentuan-
ketentuan yang dapat digunakan untuk memberikan perlindungan hukum kepada pengguna jasa layanan
perbankan sesuai ketentuan yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang mengatur
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yakni terkait Prinsip
Kerahasiaan Bank sesuai Pasal 1 Angka 28 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Rahasia Bank merupakan
segala sesuatu yang bnerhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
Menjurut Muhamad Djumhana prinsip kerahasiaan bank menyatakan bahwa kepercayaan yang diberikan oleh
masyarakat terhadap bank yang muncul karena adanya jaminan kerahasiaan atas seluruh data masyarakat dalam
hubungan dengan bank yang nemimbulkan rasa aman untuk dapat menyimpan aset atau menggunakan jasa
layanan perbankan dan jaminan untuk tidak menyalahgunakan data tersebut. Terdapat beberapa hal yang dapat
membuka kerahasiaan bank sebagaimana diatur dalam Pasal 41 A, Pasal 42, dan Pasal 44 A Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 adapun Pasal 43 dan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 dan perubahannya
dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023. Pengecualian ini mencakup kepentingan perpajakan, penyelesaian
piutang bank yang dialihkan ke BUPLN/PUPN, kepentingan peradilan dalam perkara pidana maupun perdata
antara bank dan nasabah, pertukaran informasi antar bank, permintaan atau persetujuan tertulis dari nasabah
penyimpan, serta dalam situasi dimana nasabah penyimpan telah meninggal dunia. Apabila dikaitkan dengan
Undang-Undang Perlidungan Konsumen Sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Ayat (2) Bank juga harus
memberikan perlindungan bagi nasabah misalnya dengan memberikan batasan terhadap klausula baku
sebagaimana terurai di pasal tersebut. Dalam rangka melindungi kepentingan umum, berdasarkan kewenangan
yang dimiliki berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, maka PPATK telah melakukan pengehentian
sementara atas transaksi nasabah bank berdasarkan data perbankan rekening yang dinyatakan dormant. Nasabah
tidak akan kehilangan haknya sedikitpun atas dana yang dimiliki di bank. Adapun pengehntian sementara oleh
PPATK ini dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja. Apabila diperlukan PPATK dapat
memperpanjang masa penghentian hingga kurun waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja. Pengehntian
sementara transaksi tersebut bertujuan untuk :

1) Pemberitahuan kepada nasabah bahwa yang bersangkutan memiliki rekening di perbankan yang berstatus
dormant;

2) Pemberitahuan kepada ahli waris ataupun pimpinan perusahaan teruntuk pemilik rekening lembaga non
perseorangan apabila rekening yang dimiliki tersebut berstatus dormant atau juga yang tidak diketahui

Prosedur tindaklanjut oleh nasabah (Pemilik Rekening) :

INTERNATIONAL JOURNAL OF RESEARCH AND INNOVATION IN SOCIAL SCIENCE (IJRISS)
ISSN No. 2454-6186 | DOI: 10.47772/IJRISS | Volume IX Issue X October 2025


Page 3677 www.rsisinternational.org





1. Pengisian Formulir Keberatan Henti Sementara PPATK melalui tautan:
https://form.ppatk.go.id/index.php/299299?lang=id

2. Nasabah diminta untuk datang ke Bank (cabang tempat pembukaan rekening) untuk dilakukan proses
CDD (Customers Due Diligence)/Profiling ulang dengan melampirkan: KTP, Buku Tabungan, Bukti
Pengisian Keberatan Henti Sementara PPATK dan Dokumen lain yang dipersyaratkan oleh Bank.

3. PPATK akan melakukan proses pemeriksaan melalui sinkronisasi dengan database profiling nasabah di
Bank.

4. Apabila seluruh tahapan telah dilakukan oleh nasabah maka Bank akan melakukan reaktivasi terhadap
rekening nasabahnya masing-masing. Dalam proses ini nasabah dapat melakukan pengecekan status
rekening secara berkala.

B. Hambatan-Hambatan Penyedia Jasa Keuangan Dalam Membantu Pusat Pelaporan Dan Analisis
Transaksi Keuangan Mencegah Terjadinya Pencucian Uang

Sejalan dengan perkembangan teknologi dan globalisasi di sektor perbankan, dewasa ini bank telah menjadi
sasaran utama untuk kegiatan pencucian yang dikarenakan sektor inilah yang banyak menawarkan jasa-jasa dan
instrumen dalam lalu lintas keuangan yang dapat digunakan untuk menyembunyikan/menyamarkan asal-usul
suatu dana.Dengan adanya globalisasi perbankan, maka melalui sistem perbankan dana hasil kejahatan mengalir
atau bergerak melampaui batas yurisdiksi negara dengan memanfaatkan faktor rahasia bank yang umumnya
dijunjung tinggi oleh perbankan. Melalui mekanisme ini maka dana hasil kejahatan bergerak dari suatu negara
ke negara lain yang belum mempunyai sistem hukum yang cukup kuat untuk menanggulangi kegiatan pencucian
atau bahkan bergerak ke negara yang menerapkan ketentuan rahasia secara ketat.6

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka hambatan-hambatan penyedia jasa keuangan dalam membantu Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan mencegah terjadinya pencucian uang antara lain:

a. Adanya loopholes di dalam peraturan industri jasa keuangan, seperti terlihat pada :

1) Kurang memadainya pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan;

2) Kurang memadainya peraturan tentang perizinan dan pendirian lembaga keuangan, termasuk mengenai
penilaian mengenai latar belakang pengurus dan benefical owner;

3) Kurang memadainya persyaratan identifikasi nasabah lembaga keuangan;

4) Ketentuan rahasia bank berlebihan;

5) Tidak adanya sistem pelaporan transaksi yang mencurigakan yang efisien.

b. Hambatan dari peraturan perundang-undangan lain, seperti:

1) Kurang memadainya persyaratan untuk pendaftaran perusahaan dan badan hukum;

2) Tidak adanya aturan tentang identifikasi benefical owner dari perusahaan.

c. Hambatan di dalam dalam kerja sama internasional baik oleh ekskutif maupun yudikatif.


6 Moray, J. K. (2014). Fungsi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan di Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencucian
Uang. Lex Crimen, 3(4).

INTERNATIONAL JOURNAL OF RESEARCH AND INNOVATION IN SOCIAL SCIENCE (IJRISS)
ISSN No. 2454-6186 | DOI: 10.47772/IJRISS | Volume IX Issue X October 2025


Page 3678 www.rsisinternational.org





d. Tidak memadainya sumber daya untuk mencegah dan mengetahui kegiatan money laundering, misalnya tidak
adanya financial intelligent unit.7

Simpulan

Kebijakan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dalam melakukan pemblokiran rekening dengan
status dormant pada implementasinya terdapat hambatan - hambatan penyedia jasa keuangan dalam upaya
membantu Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencegah terjadinya pencucian uang
antara lain adanya loopholes di dalam peraturan industri jasa keuangan, hambatan dari peraturan perundang-
undangan lain, hambatan di dalam dalam kerja sama internasional baik oleh ekskutif maupun yudikatif dan tidak
memadainya sumber daya untuk mencegah dan mengetahui kegiatan money laundering, misalnya tidak adanya
financial intelligent unit. Upaya yang dilakukan antara lain Pemerintah Republik Indonesia untuk
menindaklanjuti komitmen pemberantasan kegiatan pencucian uang yaitu dengan menetapkan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas
Devisa dan Sistem Nilai Tukar dan Ketentuan Bank Indonesia, melalui undang-undang tersebut dapat mencegah
dan menghentikan transaksi peredaran uang yang dicurigai oleh bank, dapat memantau transaksi keuangan
internasional, lalu lintas devisa dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. Andario, R. (2016). Peranan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) Dalam
Mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang. Lex Administratum, 4(4).

2. Ansori, G. S. (2022). Peran PPATK Dalam Mencegah Dan Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang.
Unira Law Journal, 1(1), 37.

3. Harahap, H. H. (2020). Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Amaliah: Jurnal
Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(2), 186-190.

4. Kalalo, A., & Putong, D. D. (2022). Upaya Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
Dalam Mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang Dalam Sistem Perbankan. Jurnal Hukum to-ra: Hukum
Untuk Mengatur dan Melindungi Masyarakat, 8(2), 149-161.

5. Kusumawardhani, S. A. M. A. (2019). Peranan Perbankan Dalam Upaya Membantu Tugas Pusat
Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan (Ppatk) Mencegah Peranan Perbankan Dalam Upaya
Membantu Tugas Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan (Ppatk) Mencegah Terjadinya
Pencucian Uang. Kerta Dyatmika, 16(2), 50-58.

6. Moray, J. K. (2014). Fungsi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan di Dalam Menanggulangi
Tindak Pidana Pencucian Uang. Lex Crimen, 3(4).

7. Rosikhu, M. (2020). Peran Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan Dalam Pencegahan Dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Jurnal Fundamental Justice, 51-29.





7Kusumawardhani, S. A. M. A. (2019). Peranan Perbankan Dalam Upaya Membantu Tugas Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) Mencegah Peranan Perbankan Dalam Upaya Membantu Tugas Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) Mencegah Terjadinya Pencucian Uang. Kerta Dyatmika, 16(2), 50-58.