Work-Family Conflict Among Retail Employees: the Role of Internal Locus of Control
- Gita Novelia Sucipto
- IGAA Noviekayati
- Anrilia Ema Mustikawati Ningdyah
- 63-68
- Mar 10, 2025
- Education
Work-Family Conflict Among Retail Employees: The Role of Internal Locus of Control
Gita Novelia Sucipto, IGAA Noviekayati, Anrilia Ema Mustikawati Ningdyah
Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, Indonesia
DOI: https://dx.doi.org/10.47772/IJRISS.2025.917PSY0008
Received: 31 January 2025; Accepted: 05 February 2025; Published: 10 March 2025
ABSTRACT
Karyawan retail merupakan individu yang bekerja di sektor retail dengan jam kerja panjang, minimnya gaji dan tunjangan serta banyaknya tuntutan tugas yang berlebih. Banyaknya tuntutan kerja menyulitkan karyawan retail untuk memenuhi tanggung jawab lain seperti kehidupan keluarga terutama pada karyawan retail perempuan dan memiliki anak. Locus of control internal dinilai baik dalam mengendalikan serta meminimalisir work-family conflict. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan Internal Locus of Control dengan Work Family Conflict karyawan retail. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain survei dengan kuesioner. Sebanyak 88 karyawan retail wanita yang memiliki anak dalam penelitian ini dipilih menjadi sampel. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa nilai (β= -0,427; p= 0,012 < 0,05) sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan antara Internal Locus of Control dengan Work Family Conflict karyawan retail. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa internal locus of control memiliki pengaruh dalam mengatasi work family conflict sebesar 7,2%. Temuan ini memliki implikasi bagi perusahaan maupun karyawan retail bahwa Internal Locus of Control memiliki peran penting dalam meminimalisir Work Family Conflict, perusahaan maupun karyawan retail dapat memanfaatkan Internal Locus of Control sebagai strategi untuk mengurangi Work Family Conflict dan meningkatkan keseimbangan antara kehidupan kerja dan keluarga.
Keywords – Internal Locus of Control, Work Family Conflict, Retail Employees
INTRODUCTION
Industri ritel di Indonesia mulai berkembang sejak tahun 1980-an dengan hadirnya supermarket dan minimarket, yang diawali oleh pendirian Hero Supermarket pada tahun 1971 (Oxford Business Group, 2019). Menurut Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia (2024), sektor ritel memberikan kontribusi yang signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional serta menyerap banyak tenaga kerja di berbagai posisi, mulai dari tenaga penjualan hingga manajerial. Hal ini menjadikan industri ritel sebagai salah satu pilar penting dalam perekonomian Indonesia. Pada Juli 2024, penjualan ritel di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 4,50% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya (Trading Economics, 2024). Sebagai negara berkembang, pertumbuhan industri ritel di Indonesia dipengaruhi oleh daya beli masyarakat, pertumbuhan populasi, serta meningkatnya kebutuhan akan produk konsumsi (Sholiha, 2008).
Meskipun memiliki peran strategis dalam mendukung perekonomian, sektor ritel menghadapi berbagai tantangan yang mempengaruhi kinerja perusahaan serta kesejahteraan karyawannya (Farhansyah, 2024). Industri ini berorientasi pada pelayanan pelanggan dan menghadapi persaingan yang ketat, sehingga memberikan tekanan tinggi bagi para pekerjanya (Taluniho, 2023). Karyawan ritel sering kali harus bekerja dalam sistem shift, termasuk pada malam hari, akhir pekan, dan hari libur (Harmadi, 2024). Hadirr (2024) juga menyebutkan bahwa bisnis ritel umumnya memiliki jam operasional yang panjang, bahkan tanpa hari libur. Pusat perbelanjaan seperti supermarket dan department store biasanya beroperasi selama 13 hingga 15 jam per hari, tujuh hari dalam seminggu, sementara banyak minimarket yang buka 24 jam sehari.
Selain itu, karyawan ritel menghadapi tekanan tinggi akibat target yang ditetapkan oleh manajemen (Alrisma, 2019). Mereka juga kerap mengalami tekanan dari atasan maupun pelanggan, yang berpotensi berdampak negatif terhadap kesehatan mental. Sikap pelanggan yang kurang menyenangkan dapat mengurangi rasa percaya diri karyawan, sementara lingkungan kerja yang penuh tekanan serta ekspektasi tinggi dapat membuat mereka merasa tertekan (Business Talk, 2023). Tantangan ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, di mana rata-rata gaji karyawan toko di Indonesia hanya sekitar Rp 2.705.996 per bulan (Indeed, 2024).
Adanya tuntutan kerja yang dirasakan terlalu berlebihan, akan menyulitkan tanggung jawab karyawan tersebut di tempat lain, seperti keluarga dan masyarakat (Hartini, 2009). Karyawan retail yang memiliki jam kerja panjang cenderung mengurangi waktu bersama keluarga bahkan pada saat hari libur, beban kerja yang tinggi juga berpotensi stress kerja, kemudian dapat berisiko tinggi mengalami work family conflict. Work-family conflict terjadi ketika tuntutan dari pekerjaan dan keluarga tidak dapat diseimbangkan secara bersamaan (Frone, 2000). Work-family conflict dapat menimbulkan stres, ketegangan, serta ketidakpuasan dalam kehidupan profesional maupun keluarga (Purwati, 2021).
Work-family conflict dapat dirasakan baik pria maupun wanita, terutama pada pasangan suami istri yang bekerja dan memiliki anak akan terasa lebih berat karena keduanya harus menyeimbangkan peran antara tuntutan pekerjaan dengan tuntutan keluarga. Hartini, (2009) juga menegaskan bahwa tanggung jawab dalam pengasuhan anak merupakan contributor signifikan untuk work family conflict. Wahyuni, (2019) menemukan bahwa wanita berpotensi tinggi terjadi work family conflict (rata-rata 4,02) dibandingkan dengan laki – laki (rata–rata 3,15). Hal ini dikarenakan secara tradisional wanita cenderung memiliki peran ganda yaitu memiliki tanggung jawab dalam mempertahankan keluarga dan mengasuh anak (Hyde, 2007). Selain itu wanita sering kali memiliki dukungan sosial yang lebih rendah dibandingkan dengan laki laki, terutama dalam hal dukungan dari pasangan maupun keluarga, yang menyebabkan wanita merasa lebih terisolasi dan tidak mendapatkan dukungan yang cukup untuk menyeimbangkan kehidupan kerja dan keluarga (Cohen et al, 2015).
Menurut teori stress model transaksional Lazarus dan Folkman (1984) menyatakan bahwa Stres adalah hasil dari interaksi antara individu dan lingkungannya, di mana situasi tersebut dinilai oleh individu sebagai sesuatu yang melebihi kemampuan untuk menghadapinya atau dianggap sebagai ancaman terhadap kesehatan dan kesejahteraan. Ketika seseorang individu menyadari adanya stresor yang menyebabkan stres, maka individu akan melakukan appraisal (penilaian) dan coping (penanggulangan) bagaimana cara mengatasinya (Gaol, 2016). Salah satu karakteristik kepribadian Locus of control dinilai baik dalam mengendalikan work-family conflict. Locus of control internal merupakan pengatribusian individu tentang apa yang individu alami pada faktor internal dalam dirinya (Nugroho et al, 2015). Menurut Cider (1983) internal locus of control memiliki karakteristik seperti; suka bekerja keras; memiliki inisiatif yang tinggi; selalu berusaha menemukan pemecahan masalah; selalu mencoba untuk berpikir seefektif mungkin; selalu mempunyai persepsi bahwa usaha harus dilakukan jika ingin berhasil (Ghufron dan Risnawati, 2010). Menurut Lefcourt, (1991) Individu dengan internal locus of control cenderung merasa memiliki kontrol atas peristiwa dalam hidup yang dapat mempengaruhi bagaimana mengatasi stres dan mengelola tuntutan pekerjaan dan keluarga.
METHODOLOGY
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif berjenis korelasional. Penelitian ini menggunakan teknik Insidental Sampling dalam pengambilan sampel dengan menyebarkan kuesioner melalui media sosial maupun secara langsung. Penentuan jumlah sampel menggunakan G-Power dengan asumsi effect size 0,3 (medium), probability error 1 % dan power 0,90 diperoleh sample size minimal 88 karyawan retail berjenis kelamin perempuan yang sudah memiliki anak karena populasi tak terbatas atau populasi tak terhingga. Proses analisis data menggunakan software, yaitu IBM Statistical Package for Social Sciences (SPSS) versi 25.
Hasil uji prasyarat menunjukkan bahwa semua item internal locus of control maupun work family conflict valid dan reliabel, dengan nilai Cronbach’s Alpha internal locus of control yaitu 0,915 dan work family conflict yaitu 0,925 Analisis data dalam penelitian ini menggunakan Analisis Regresi Linier Berganda, Uji t dan Uji determinasi. Dasar penggunaan teknik ini adalah uji normalitas suatu distribusi data yang merupakan distribusi normal, uji linieritas dengan menggunakan hasil linier, uji multikolineritas tidak ditemukan indikasi multikolinieritas dan uji heterokesdasititas tidak ditemukan indikasinya.
LITERATURE REVIEW
Karyawan Retail
Karyawan retail merujuk pada individu yang bekerja di sektor penjualan barang dan jasa di toko atau gerai retail, baik itu di pusat dunia, supermarket, maupun toko online. Pekerjaan ini sangat berhubungan langsung dengan konsumen dan melibatkan berbagai tugas yang mendukung operasi toko secara keseluruhan.
Work Family Conflict
Work-family conflict pertama kali didefinisikan oleh Greenhaus dan Beutell (1985) sebagai ketidakseimbangan antara peran di pekerjaan dan di keluarga, di mana individu mengalami kesulitan untuk menjalankan salah satu peran dengan efektif karena tuntutan dari peran yang lain (Wijayadne et al, 2022). Frone et al. (1992) lebih lanjut mengembangkan konsep work-family conflict dengan memperkenalkan model dua arah: Work-to-family conflict (WFC) yaitu ketika tuntutan dari pekerjaan mengganggu tanggung jawab keluarga sedangkan Family-to-work conflict (FWC) merupakan situasi ketika tuntutan keluarga mengganggu kinerja di tempat kerja. Netemeyer et al. (1996) mempersempit dan menyempurnakan definisi work-family conflict sebagai bentuk konflik peran interdomain, di mana tuntutan dari peran pekerjaan dan peran keluarga saling tidak sesuai, sehingga keterlibatan dalam satu peran membuat keterlibatan dalam peran lain menjadi lebih sulit. Work-family conflict dapat memengaruhi peran karyawan baik di keluarga maupun di pekerjaan (Wijayadne et al, 2022).
Peneliti mengadopsi definisi work-family conflict dari Greenhaus dan Beutell (1985) karena adanya penekanan dimana pekerja kesulitan menyeimbangkan peran sebagai karyawan maupun keluarga.
Internal Locus Of Control
Konsep locus of control pertama kali diperkenalkan oleh Rotter pada tahun (1966), seorang ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control merujuk pada bagaimana seseorang memandang kendali atas peristiwa dalam hidupnya, apakah ia merasa mampu mengendalikan situasi tersebut atau tidak (Rotter, 1966). Locus of control adalah faktor yang memengaruhi motivasi seseorang dalam bertindak, di mana pengaruh tersebut dapat berasal dari dalam diri individu (faktor internal) atau dari faktor-faktor di luar diri individu (faktor eksternal)(Sugma, 2017).
Locus of control terbagi menjadi dua jenis, yaitu locus of control eksternal dan locus of control internal. Individu dengan locus of control eksternal cenderung meyakini bahwa hasil usaha dipengaruhi oleh faktor eksternal yang berada di luar kendali individu (Phares, 1976). Sebaliknya, internal locus of control merupakan keyakinan individu bahwa terjadinya keberhasilan atau kegagalan merupakan tanggung jawab dirinya sendiri dan merupakan hasil usaha sendiri (Rotter, 1966).
Peneliti mengadopsi definisi internal locus of control dari Phares (1976) yang mengartikan internal locus of control sebagai keyakinan individu bahwa keberhasilan berasal dari perilakunya yang menghasilkan efek positif.
Respondent Demographics
Penelitian ini memiliki total responden sebanyak 88 karyawan retail yang memiliki anak, the respondent demographics include age, work experience, education level. Dari jumlah tersebut, 40 karyawan retail (45,5%) berusia 16 to 25 years and below, kemudian 40 karyawan retail (45,5%) berusia 26 to 35 years, sementara 8 karyawan retail (9%) berusia 36 years up to 45 years. Dalam hal pengalaman bekerja 18 karyawan retail (20,4%) memiliki pengalaman Less than 1 years dalam bekerja, 24 karyawan retail (27,2%) memiliki pengalaman 1 to 3 years dalam bekerja, 19 karyawan retail (21,5%) memiliki pengalaman 4 to 6 years dalam bekerja, 17 karyawan retail (19,3%) memiliki pengalaman 7 to 10 years dalam bekerja, sementara 10 karyawan retail (11,3%) memiliki More than 10 years dalam bekerja. Responden juga memiliki tingkat pemdidikan yang bervariasi yaitu 17 karyawan retail (19,3%) berpendidikan High School, 31 karyawan retail (35,2%) berpendidikan diploma, sementara 40 karyawan retail (45,5%) berpendidikan bachelor.
Table 1. Respondent Demographics
Demographics | Frequency | Percentage | |
Age | 16 to 25 years and below | 40 | 45,5 |
26 to 35 years | 40 | 45,5 | |
36 years up to 45 years | 8 | 9 | |
Education Level | High School | 17 | 19,3 |
Diploma | 31 | 35,2 | |
Bachelor | 40 | 45,5 | |
Work Experience | Less than 1 years | 18 | 20,4 |
1 to 3 years | 24 | 27,2 | |
4 to 6 years | 19 | 21,5 | |
7 to 10 years | 17 | 19,3 | |
More than 10 years | 10 | 11,3 |
Regression Analysis
Dalam penelitian ini, analisis regresi dilakukan untuk mengidentifikasi korelasi atau berdampak internal locus of control terhadap work family conflict.
Table 2. Coefficients
Model | Unstandardized Coefficients | Standardized Coefficients | t | Sig. | ||
B | Std. Error | Beta | ||||
1 | (Constant) | 86.615 | 5.547 | 15.614 | .000 | |
ILOC | -.427 | .166 | -.268 | -2.577 | .012 |
Dependent Variable: WFC
Table 3. Model Summary
Model | R | R Square | Adjusted R Square | Std. Error of the Estimate | Durbin-Watson |
1 | .268a | .072 | .061 | 9.40810 | 1.405 |
Table 4. Hasil Norma Katagorisasi
Katagori | Work Family Conflict | Internal Locus of Control | ||
Frequency | Percentage | Frequency | Percentage | |
Low | 10 | 11,3% | 12 | 13,6% |
Middle | 62 | 70,4% | 65 | 73,8% |
High | 16 | 18,1% | 11 | 12,5% |
Berdasarkan hasil ringkasan penelitian yang diperoleh melalui analisis regresi, ditemukan bahwa terdapat korelasi negative yang signifikan atau tidak searah antara internal locus of control dengan work family conflict (β= -0,427; p= 0,012 < 0,05). Hal ini berarti semakin tinggi nilai internal locus of control makan semakin rendah nilai work family conflict. Kemudian ditemukan bahwa nilai R² adalah 0,072, yang menunjukkan bahwa internal locus of control memiliki pengaruh dalam mengatasi work family conflict sebesar 7,2%. Selain itu pada tabel norma katagorisasi menunjukkan bahwa terdapat 16 sampai dengan 62 karyawan retail (18,1% – 70,4%) memiliki work family conflict dalam katagori sedang atau tinggi sedangkan 11 sampai dengan 65 karyawan retail (12,5% – 73,8%) memiliki internal locus of control dalam katagori rendah. Hal ini berarti karyawan retail dalam penelitian ini didominasi oleh responden yang memiliki internal locus of control yang sedang tetapi memiliki tingkat work family conflict yang sedang juga.
DISCUSSION
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat korelasi negative yang signifikan antara internal locus of control dengan work family conflict. Artinya, internal locus of control mempengaruhi dan membantu karyawan retail dalam meminimalisir work family conflict. Artinya apabila karyawan retail memiliki keyakinan apapun yang terjadi merupakan hasil dari tindakan dan usaha diri sendiri, maka karyawan tersebut cenderung dapat mengatur waktu untuk keluarga dan pekerjaan. Masalah keluarga dapat menurunkan produktivitas dalam bekerja terutama ketika menghadapi pelanggan yang sulit, namun apabila karyawan memiliki keyakinan mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan bekerja keras maka karyawan dapat mencapai target bahkan saat lembur berhari hari.
Hasil temuan penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Priyatama dan Astriana, (2016) juga menyatakan bahwa terdapat hubungan negative signifikan antara internal locus of control dengan work family conflict pada karyawati yang sudah menikah. Temuan lain dari Indriani et al (2024) menyatakan bahwa locus of control internal dapat mengurangi dampak konflik pekerjaan-keluarga pada stres kerja. beberapa hasil dari penelitian lain yang menyatakan bahwa variabel lain yang juga dapat mengatasi work family conflict seperti dukungan sosial, resiliensi, Employee Well-being and Self-care, Organizational Support, Workplace. Karyawan yang memiliki work family conflict yang tinggi dapat menyebabkan burnout, kehilangan kesejahteraan keluarga, produktivitas menurun, kesehatan fisik maupun mental menurun (Netemeyer et al., 1996; Frone, 2003; Maslach & Leiter, 2008; Allen et al., 2000; Wada, 2015)
CONCLUSIONS
Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa memiliki keyakinan bahwa apapun yang terjadi merupakan hasil dari tindakan dan usaha diri sendiri, dapat meminimalisir terjadinya work family conflict. Semakin besar internal locus of control maka semakin kecil resiko terjadi work family conflict. Hal ini mungkin berlaku terutama bagi karyawati yang bekerja pada sektor retail dan memiliki anak yang sangat berpotensi terjadi work family conflict.
ACKNOWLEDGMENT
Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada suami saya atas dana yang diberikan. Dukungan ini sangat penting dalam memfasilitasi penelitian dan memastikan keberhasilan penerbitan artikel ini.
REFERENCES
- Allen, N.J. & Meyer, J.P. (2000). Commitment in the workplace: Theory, research, and application California: Sage Publication.
- Baron, R.A. & Greenberg. (1990). Behaviour in Organization: Understanding and Managing The Human Side a/Work. 3ed. Allyn & Bacon. New York.
- Brady, Brandy, (2020). “Locus of Control and Secondary Traumatic Stress as Predictors of Burnout of Working Mothers in School Counseling”. Walden Dissertations and Doctoral Studies. 9924. https://scholarworks.waldenu.edu/dissertations/9924
- Cameron, C., (1973). Fatigue Problem in Modern Industry. Ergonomics. Vol. 14 (6), Hal: 713- 720.
- Etzion, D. (1984). Moderating Effect of Social Support on The StressBornout Relationship. Journal of Applied Psychology, Vol. 69, No. 4, hal : 615- 622.
- Freudenberger, H. J. (1974). Staff burn-out. Journal of Social Issues, 50(1), 159-165. https://doi.org/10.1111/j.1540-4560.1974.tb00706.x
- Frone, M.R., (2000). Work-family Conflict and employee psychiatric disorder: The national comorbidity survey. Journal of Applied Psychology, Vol.85 No.6, hal.888-895.
- Greenhaus dan Beutell (1985). Sources of Conflict Between Work and Family Roles. Academy of Management Review. 1985. Vol 10. No. 1
- Hardani, Auliya, N. H., Andriani, H., Fardani, R. A., Ustiawaty, J., Utami, F. E., et al. (2020). Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Ilmu.
- Haybatollahi M, Gyekye SA. (2014). The moderating effects of locus of control and job level on the relationship between workload and coping behaviour among Finnish nurses. J Nurs Manag.22(6, SI):811–21.
- Herlina, Euis (2019) Pengaruh Internal Locus Of Control, Job Insecurity, Beban Kerja Terhadap Burnout Pada Karyawan Kspps Umat Sejahtera Mulia. Other thesis, Universitas Putra Bangsa.
- Indregard, A M Rustad, S Knardahl, and M B Nielsen. (2017). Emotional dissonance and sickness absence: A prospective study of employees working with clients. International Archives of Occupational and Environmental Health 90: 83–92.
- Kahn, et.al. (1964) Organizational Stress: Studies in Role Conflict and Role Ambiguity. Wiley
- Karatepe, O. M., & Sokmen A. (2006). The effects of work role and family role variables on psychological and behavioral outcomes of frontline employees. Journal of Tourısm Management,27(2), 255-268.
- Kwong, B. Y., & Nasuredin, J. (2023). The Relationship between Work-Family Conflict, Job Demands, and Resilience towards Job Burnout among Nurses in Selangor . Research in Management of Technology and Business, 4(1), 313-329. https://publisher.uthm.edu.my/periodicals/index.php/rmtb/article/view/11664
- Lefcourt, H. M. (1991). Locus of control. In J. P. Robinson, P. R. Shaver, & L. S. Wrightsman (Eds.), Measures of social psychological attitudes, Vol. 1. Measures of personality and social psychological attitudes (p. 413–499). Academic Press.doi: 10.1016/B978-0-12-590241-0.50013-7
- Levenson, H. (1973). Multidimensional Locus of Control in Psychiatric Patients. Journal of Consulting and Clinical Psychology. Vol. 41. (397 – 404)
- Lumban Gaol, N. T. (2016). Teori Stress: Stimulus, Respons, dan Transaksional. Buletin Psikologi Vol. 24, No. 1, 1-11.
- (2019). Mercer’s Total Remuneration Survey Predicts Indonesia’s Salary Increase to Rise in 2020. Retrieved from Mercer: https://www.asean.mercer.com/newsroom/indonesia-salary-increase-torise-in-2020-eng.html
- Meliá, J Luis, C Nogareda, M Lahera, A Duro, J M Peiró, M Salanova, dan D Gracia. (2006). Principios Comunes untuk la Evaluación de los Riesgos Psicosociales en la Empresa. Perspektif Intervensi dalam Riesgos Psicosociales. Evaluasi de Riesgos . Barcelona: Foment del Treball Nacional.
- Oxford Business Group. (2019). Sizeable Potential in Indonesia’s Retail Segment.
- Phares, E. J. (1976). Locus of Control in Personality. New Jersey: General Learning Press.
- Phares, E. J. (1992). Clinical Psychology: Concepts, Methods, & Profession (4th ed.). Thomson Brooks: Cole Publishing Co.
- Rotter, J. B. (1966). Generalized Expectancies for Internal versus External Control of Reinforcement. Journal of Psychological Monographs: General and Applied. Vol. 80 No. 1 (h. 1 – 14).
- Sinambela, L. P. (2017). Manajemen Sumber Daya Manusia (Cetakan 2). Jakarta: Bum Aksara.
- Sinambela, Lijan Poltak dan Sarton Sinambela (2021). Metodologi Penelitian Kuanitatif – Teori Dan Praktik. Depok: Rajawali Pers
- Spector, P. E. (1988) ‘Development of the Work Locus of Control Scale’, Journal of Occupational Psychology, 61, pp. 335–340.
- Sugiyono, (2013). Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. (Bandung: Alfabeta)
- Veronica Giuliani Eta S. (2007). Pengaruh Kultur Lungkungan Kerja Dan Locus Of Control Pada Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Kualitas Pelayanan Karyawan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
- Zeytinoglu, I.U.; Seaton, M.B.; Lillevik, W.; Moruz, J. Working in the margins women’s experiences of stress and occupational health problems in part-time and casual retail jobs. Women Health 2005, 41, 87–107.