Analisis Potensi Dan Strategi Pengembangan Ternak Kerbau Berbasis Limbah Pertanian Tanaman Pangan Sebagai Sumberdaya Pakan Di Kabupaten Tapanuli Utara
Ranti Nirwana
University of North Sumatra, Indonesia
DOI: https://doi.org/10.51244/IJRSI.2025.120700180
Received: 07 July 2025; Accepted: 13 July 2025; Published: 15 August 2025
RANTI NIRWANA “Analisis Potensi Strategi Pengembangan Ternak Kerbau Berbasis Limbah Pertanian Tanaman Pangan Sebagai Sumber Daya Pakan di Kabupaten Tapanuli Utara (Di bawah bimbingan MA’RUF TAFSIN sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan NEVY DIANA HANAFI sebagai Anggota Komisi Pembimbing).
Potensi lahan dan sumber daya pakan menjadi faktor penting dalam potensi penambahan populasi kerbau yang dapat dipelihara dalam satu wilayah di kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Tapanuli Utara memiliki banyak lahan yang cocok untuk beternak kerbau, seperti padang rumput yang luas, infrastruktur yang dibutuhkan untuk peternakan kerbau, pasar hewan dan jalan yang memadai yang tentu saja masih perlu peningkatan. Kabupaten Tapanuli Utara memiliki banyak potensi lahan yang subur, sehingga sumber untuk pakan kerbau dapat diproduksi dalam wilayah kabupaten tersebut. Adapun tujuan penelitian ini adalah menginventarisasi produksi limbah pertanian tanaman pangan yang mendukung sebagai sumber pakan ternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara. Menganalisis faktor-faktor strategis yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan usaha ternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu regresi linier berganda. Kesimpulan pada penelitian ini adalah potensi limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan Kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara termasuk kedalam kategori melimpah dengan daya dukung lahan tamanan pangan dapat mendukung kebutuhan pakn kerbau sebanyak 36.595,55 ST/th. Produktivitas ternak Kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara akan mengalami peningkatan jika mengalami peningkatan satu satuan pakan pada ternak sebesar 0,644, pengalaman beternak sebesar 0,244, sistem perkawinan sebesar 0,348 dan indukan betina produktif sebesar 0,519. Strategi S – O ( Strenght – Opportunities) merupakan strategi pengembangan ternak yang dapat dilakukan oleh para peternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara.
Kata kunci: Analisis faktor, kerbau, limbah pertanian, Tapanuli Utara.
RANTI NIRWANA (217040012). Analysis of Potential Strategy for Buffalo Livestock Development Based on Food Crop Agricultural Waste as a Feed Resource in North Tapanuli Regency (Supervised by MA’RUF TAFSIN and NEVY DIANA HANAFI).
Land potential and feed resources are important factors in the potential for increasing the buffalo population that can be maintained in one area in North Tapanuli Regency, North Tapanuli Regency has a lot of land suitable for raising buffalo, such as vast grasslands, infrastructure needed for buffalo farming, animal markets and adequate roads which of course still need improvement. North Tapanuli Regency has a lot of potential fertile land, so that sources for buffalo feed can be produced in the district. The purpose of this study was to inventory the production of agricultural waste from food crops that support it as a source of buffalo feed in North Tapanuli Regency, North Sumatra Province. Analyze strategic factors that influence the success of developing buffalo farming businesses in North Tapanuli Regency, North Sumatra Province. The analysis used in this study is multiple linear regression. The conclusion of this study is that the potential for food crop waste as a source of buffalo feed in North Tapanuli Regency is included in the abundant category with the carrying capacity of food crop land being able to support the needs of buffalo feed as much as 36,595.55 ST/year. Buffalo livestock productivity in North Tapanuli Regency will increase if there is an increase in one unit of feed in livestock by 0.644, livestock experience by 0.244, mating system by 0.348 and productive female broodstock by 0.519. The S – O (Strength – Opportunities) strategy is a livestock development strategy that can be carried out by buffalo farmers in North Tapanuli Regency.
Keywords: Factor analysis, buffalo, agricultural waste, North Tapanuli.
Kata Pengantar
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga dapat meyelesaikan proposal thesis ini. Proposal yang berjudul “Analisis Potensi dan Strategi Pengembangan Ternak Kerbau Berbasis Limbah Pertanian Tanaman Pangan Sebagai Sumber Daya Pakan Di Kabupaten Tapanuli Utara”.
Penulisan thesis ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya dengan penuh rasa hormat kepada Bapak Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si., IPM sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt., M.Si., IPM sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan dan arahan serta dorongan motivasi dan dukungan selama penulisan Thesis ini berlangsung penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt., M.Si., IPM selaku Ketua Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Peternakan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh studi.
Penulis menyadari keterbatasan dan kekhilafan, sehingga masih dibutuhkan kritik dan saran dari semua pihak demi tercapai kesempurnaan isi proposal tesis ini, dan akhirnya semoga proposal ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca serta untuk perrkembangan ilmu pengetahuan terutama pada bidang peternakan.
Pendahuluan
Latar Belakang
Peternakan adalah salah satu subsektor pertanian di Indonesia yang sangat diandalkan untuk menjaga ketahanan pangan serta meningkatkan perekonomian yang merupakan bagian integral dari sistem pembangunan ketahanan pangan nasional, hal ini dikarenakan peternakan menghasilkan produk hewani yang memberi kontribusi besar dalam penyediaan kebutuhan pangan keluarga akan protein hewani dan memberikan peran dalam penambahan kualitas pangan dan penambahan gizi bagi masyarakat.
Pemenuhan kebutuhan protein terutama protein hewani yang dapat dikaitkan dengan peningkatan permintaan produk peternakan bagi manusia, perlu adanya pengaturan wilayah untuk pengembangan kawasan peternakan sehingga pengembangan sektor peternakan dapat dilakukan secara maksimal, tanpa terganggu oleh adanya alih fungsi lahan dan kompetisi antara lahan yang dapat dihuni manusia dengan lahan yang dijadikan sentra produksi peternakan, Tingginya kebutuhan daging nasional di Indonesia dan ketersediaan daging dalam negeri yang menurun merupakan salah satu tantangan, oleh karena itu dibutuhkan kebijakan yang tepat dari pemerintah untuk menjaga ketersediaan dan harga daging yang stabil serta meningkatkan produksi daging dalam negeri untuk dapat memenuhi kebutuhan daging nasional. Salah satu bentuk kebijakan yang ditempuh untuk mewujudkan harapan tersebut adalah pengembangan budidaya ternak ruminansia melalui pengembangan Kawasan peternakan, pembinaan kelompok dan koperasi, pengembangan model-model usaha peternakan spesifik Lokasi dan budaya lokal, mendorong timbulnya investasi pada bidang peternakan.
Pada Skala nasional peternakan ternak kerbau dan produksi daging yang dihasilkan belum dapat memenuhi kebutuhan konsumen akan produk daging, sedangkan untuk mengembangkan usaha tersebut masih sangat memungkinkan mengingat ketersediaan Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat luas di daerah dan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan populasi penduduk yang banyak serta ditemukannya masih ada pengangguran, merupakan aset sebagai modal yang dapat dikembangkan untuk usaha peternakan ternak kerbau.
Secara nasional pengusahaan ternak kerbau memegang peranan yang cukup penting. Pada tahun 1976 pengusahaannya melibatkan sekitar 944 ribu petani dengan rata-rata pengusahaan 2.4 ekor per usahatani. Dengan perhitungan populasi yang besarnya 2.797 ribu unit ternak (1 ekor ker-bau dewasa = 1.15 unit ternak) pada tahun 1979, didapatkan proporsi ternak kerbau terhadap ruminansia besar mencapai 28.74 persen. Terhadap total ruminansia proporsinya mencapai 24.26 persen, atau 21.31 persen terhadap total ternak termasuk babi dan unggas. Pada waktu yang sama (1979), proporsi ternak kerbau Indonesia tercatat sebesar 1.85 persen dari populasi kerbau di dunia. Pengusahaan ternak kerbau didominasi oleh India dan China dengan populasi masing-masing 46.65 persen dan 22.89 persen dari populasi kerbau di dunia.
Peluang pengembangan peternakan ruminansia masih sangat besar hal ini dikarenakan adanya potensi sumber daya pakan lokal yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Sumberdaya pakan lokal masih sangat memungkin untuk dikembangkan menjadi pilar yang mendukung produksi peternakan di Indonesia yang berkelanjutan, efisien dan kompetitif. Disamping itu hasil sisa atau hasil samping dan limbah berbagai jenis tanaman pangan juga merupakan sumber bahan baku pakan alternatif yang potensial.
Kabupaten Tapanuli Utara memiliki potensi sebagai salah satu kabupaten untuk mendukung swasembada daging untuk Provinsi Sumatera Utara, karena perkembangan kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara cukup mengalami peningkatan. Data menunjukkan bahwasanya produksi daging kerbau mengalami peningkatan pada 3 tahun terakhir (tahun 2019-2022) berdasarkan data pada Badan Pusat Statistik Tapanuli Utara Tahun 2023.
Potensi lahan dan sumber daya pakan menjadi faktor penting dalam potensi penambahan populasi kerbau yang dapat dipelihara dalam satu wilayah di kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Tapanuli Utara memiliki banyak lahan yang cocok untuk beternak kerbau, seperti padang rumput yang luas, infrastruktur yang dibutuhkan untuk peternakan kerbau, pasar hewan dan jalan yang memadai yang tentu saja masih perlu peningkatan. Kabupaten Tapanuli Utaramemiliki banyak potensi lahan yang subur, sehingga sumber untuk pakan kerbau dapat diproduksi dalam wilayah kabupaten tersebut. Permintaan pasar juga perlu menjadi bahan pertimbangan dalam pengembangan ternak kerbau.
Dalam usaha peternakan pakan merupakan faktor yang sangat menentukan karena biaya pakan ternak umumnya mencapai 60-70% dari seluruh beban biaya dalam proses produksi peternakan. Penyediaan pakan, baik kuantitas, kualitas maupun kontinuitas sangat dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan usaha peternakan. Pakan merupakan faktor penting dalam pemeliharaan ternak ruminansia untuk menunjang hidup pokok dan meningkatkan produktivitasnya. Fariani et.al. (2014), dalam kaitannya dengan pengembangan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, diarahkan untuk dapat mengoptimalkan pemanfaatan limbah pertanian tanaman pangan sebagai bahan pakan alternatif, karena pada umumnya petani akan membakar limbah tanaman pangan agar secepatnya dapat dilakukan pengolahan tanah kembali. Limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan yang dapat memasok zat-zat makanan untuk kebutuhkan ternak, untuk hidup pokok, produksi dan reproduksi. Hidayat et. al. (2007), pada umumnya limbah tanaman pangan berlimpah pada saat panen, sehingga penggunaanya sebagai pakan perlu ada teknologi pengolahan agar kualitas nutrisinya seperti kandungan karbohidrat dan protein meningkat dan dapat tersedia sepanjang tahun.
Penduduk Kabupaten Tapanuli Utara umumnya memiliki mata pencaharian dari sektor pertanian secara umum, pedagang, buruh, pegawai negeri dan pegawai swasta dan jenis mata pencarian lainnya. Beberapa jenis ternak yang banyak diusahakan masyarakat baik ruminansia maupun unggas yaitu Babi, sapi, kerbau, domba, ayam, itik dan bebek (Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli utara, 2022). Sektor pertanian, bagi daerah Kabupaten Tapanuli Utara sampai saat ini masih merupakan tulang punggung perekonomian daerah sebagai penghasil nilai tambah dan devisa maupun sumber penghasilan atau penyedia lapangan pekerjaan sebagian besar penduduk. Hal ini ditunjukkan dari kontribusi Kategori pertanian, peternakan, perburuhan dan jasa pertanian dalam pembentukan PDRB pada Tahun 2022 masih tetap dominan yakni mencapai 44,91 persen dari total PDRB yang dihasilkan.
Mengingat pentingnya sektor pertanian bagi daerah Kabupaten Tapanuli Utara yang mana memberikan fasilitas dan dorongan yang lebih terarah bagi perkembangan pembangunan kerakyatan. Pemerintah daerah Kabupaten Tapanuli Utara mempunyai visi yakni “Tapanuli Utara Sebagai Lumbung Pangan Dan Lumbung Sumber Daya Manusia Yang Berkualitas Serta Daerah Wisata. “
Sektor pertanian, terdiri dari sub sektor tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Sub sektor pertanian yang paling dominan yang dibudidayakan masyarakat di Kabupaten Tapanuli Utara adalah sektor tanaman bahan makanan mencakup tanaman padi, palawija dan hortikultura. Untuk tanaman padi dan palawija, padi memiliki luas panen terbesar seluas 71.182,1 hektar. Sedangkan untuk tanaman sayuran, cabe memiliki luas panen terbesar yaitu sebesar 3.304 hektar, BPS (Tapanuli Utara Dalam Angka,2023) Meningkatnya intensifikasi tanaman pangan mengakibatkan peningkatan produksi limbah tanaman pangan.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli utara, pada tahun 2023 populasi kerbau sebanyak 10.048 ekor, populasi sapi sebanyak 895 ekor, Sedang untuk ternak kecil seperti babi sebanyak 20.013 ekor,kambing 1.856 ekor. untuk ternak unggas seperti itik, bertambah dari 62.512 ekor pada tahun 2022 menjadi 64.617 ekor pada tahun 2023.
Populasi kerbau masih pada posisi tertinggi sebagai hewan ternak yang dipelihara masyarakat di Kabupaten Tapanuli Utara sehingga sangat memungkinkan untuk dikembangkan. Peran pemerintah untuk membantu para peternak rakyat sangat membantu dalam meningkatkan skala peternakan. Tingkat kepemilikan ternak kerbau di peternakan rakyat umumnya sangat kecil, sehingga para peternak belum menjadikan ternak kerbau sebagai bahan konsumsi makanan dan hanya sebagai tabungan keluarga saja. Termasuk dalam pemeliharaannya peternakan kerbau masih dipelihara sebagai usaha sampingan dan belum ada yang menjadikan sebagai usaha pokok.
Kondisi lain di bidang pertanian, wilayah Kabupaten Tapanuli Utara merupakan sentra pertanian dan perkebunan ditunjang dengan kepemilikan lahan yang luas serta didukung dengan irigasi yang baik dan aliran sungai Aek Sigeaon dan sungai Aek Situmandi. Usaha pertanian di daerah ini mencakup padi sawah dengan daerah dataran yang luas, tanaman pangan serta lahan perkebunan yang ditanami berbagai jenis tanaman perkebunan, baik tanaman sayuran dan hortikultura serta tanaman tahunan.
Berdasarkan uraian dan permasalahan yang telah dipaparkan di atas, dengan ketersediaan pakan yang melimpah, lahan dan geografis yang sangat mendukung sehingga sangat memungkinkan untuk mengembangkan ternak ruminansia kususnya ternak Kerbau di wilayah Kabupaten Tapanuli Utara. untuk memanfaatkan limbah pertanian tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia maka perlu dilakukan penelitian. Penelitian mencakup inventarisasi potensi limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia dan evaluasi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak kerbau, serta merumuskan strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan di Kabupaten Tapanuli Utara. Provinsi Sumatera Utara.
Identifikasi Masalah
Bagaimanakah daya dukung limbah pertanian tanaman pangan dalam perannya sebagai sumber pakan ternak Kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.
Bagaimanakah Variabel-variabel dalam pengembangan ternak kerbau mempengaruhi jumlah populasi ternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara.
Bagaimanakah korelasi faktor-faktor dalam pengembangan usaha ternak kerbau sehingga dapat menjadi acuan untuk menentukan strategi dalam meningkatkan pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
Menginventarisasi produksi limbah pertanian tanaman pangan yang mendukung sebagai sumber pakan ternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.
Menganalisis faktor-faktor strategis yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan usaha ternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
Memberikan masukan kepada pemerintah daerah Kabupaten Tapanuli Utara dalam pengalokasian ruang pengembangan ternak kerbau yang lebih sesuai dan berwawasan lingkungan untuk pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.
Menjadi bahan informasi bagi para pengambil kebijakan yang terkait dengan pengembangan ternak kerbau dalam merumuskan kebijakan pengembangan ternak Kerbau berbasis limbah pertanian tanaman pangan sebagai sumber pakan sesuai dengan potensi daerah.
Sebagai bahan informasi bagi masyarakat tentang potensi limbah pertanian tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak Kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah Kabupaten Tapanuli Utara memiliki potensi pengembangan ternak kerbau berdasarkan daya dukung limbah tanaman pangan di Kabupaten Tapanuli Utara.
Kerangka Pemikiran
Kebutuhan masyarakat akan pangan dengan kandungan gizi yang memadai terutama protein hewani semakin tinggi menyebabkan permintaan daging semakin meningkat sehingga perlu peningkatan peranan subsektor peternakan dalam upaya pengembangan ternak untuk memenuhi kebutuhan daging yang semakin meningkat. Dalam upaya peningkatan tersebut dapat ditingkatkan dengan pemanfaatan potensi sumberdaya alam dan sumberdaya peternakan dengan dukungan sumber daya manusia dan kelembagaan serta kebijakan pemerintah. Sehingga program pemerintah Provinsi Sumatera Utara menjadikan Provinsi Sumatera Utara sebagai lumbung peternakan dapat terwujud.
Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu daerah Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara terletak di wilayah dataran tinggi Sumatera Utara, berada pada ketinggian antara 150 – 1.700 meter diatas permukaan laut, terdiri dari 15 Kecamatan. Secara umum budidaya peternakan Kerbau di Sumatera Utara dan khususnya di Kabupaten Tapanuli Utara masih bersifat tradisional dan merupakan usaha sampingan yang turun temurun. Usaha peternakan di Kabupaten Tapanuli Utara pada umumnya adalah usaha peternakan rakyat atau usaha rumah tangga. Dalam mendukung pengembangan usaha peternakan di daerah ini terdapat potensi lahan padang penggembalaan yang tersebar di seluruh kecamatan dengan luas 10.290 ha. .(BPS Kab Taput,2024)
Di BPTUHPT Siborongborong, kandang kelompok difasilitasi dengan gembalaan harian di lahan penggembalaan sekitarnya, pola pemeliharaan sistem campuran (kandang + gembalaan) sementara peternak tradisional membiarkan kerbau merumput di pematang sawah, lahan kosong, atau sekitar kandang dengan sedikit pengawasan, sementara untuk konsentrat biasanya diberikan per hari satu kali pada pagi hari sebelum gembalaan, berbentuk dedak dan tepung jagung,
Sistem perkawinan alami masih dominan dilakukan; pejantan dan betina dibiarkan bercampur di kandang atau gembala tanpa manajemen kawin. IB Sudah diperkenalkan di Tapanuli Utara sejak 2021 melalui UPTD Dinas Pertanian—sinkronisasi birahi, injeksi hormon, serta pemantauan kebuntingan. Dengan tujuan untuk meningkatkan mutu genetik, mengendalikan inbreeding, dan mempercepat kelahiran. Sehingga diperlukan kajian analisa dan strategi pengembangan usaha ternak kerbau dengan memanfaatkan sumber daya alam yang sangat mendukung sebagai sumberdaya pakan. Pemerintah daerah juga terus berupaya dengan strategi melalui program dan kegiatan dengan memberikan bantuan baik bibit ternak dan sarana prasarana produksi, namun juga belum memberikan output yang diharapkan. Salah satu yang dibutuhkan adalah identifikasi pendataan daya dukung peternakan kerbau yang ada di daerah Kabupaten Tapanuli Utara, sehingga dapat dimaksimalkan potensi daya dukung pengembangan kerbau di kabupeten Tapanuli Utara guna mendukung swasembada daging tingkat Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.
Skema Kerangka Berfikir
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Tinjauan Pustaka
Karakteristik Wilayah Tapanuli Utara
Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu daerah Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang terletak di wilayah dataran tinggi Sumatera Utara berada pada ketinggian antara 150-1.700 meter di atas permukaan laut. Secara geografis letak Kabupaten Tapanuli Utara diapit atau berbatasan langsung dengan lima kabupaten yaitu, di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir, di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu Utara, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan dan Tapanuli Tengah. Secara astronomis Kabupaten Tapanuli Utara berada pada posisi 1o20’-2o41’ Lintang Utara dan 98o05’-99o16’ Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Tapanuli Utara adalah 3,800,31 Km2 yang terdiri dari luas daratan 3,793,71 Km2 dan perairan Danau Toba seluas 6,60 Km2. Perhitungan luasan ini didasarkan pada amanat Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pakpak Bharat dan Kabupaten Humbang Hasundutan, yang mengamanatkan bahwa Kabupaten Tapanuli Utara dimekarkan menjadi Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan. Secara administrasi Kabupaten Tapanuli Utara berbatasan dengan empat kabupaten yaitu:
Tapanuli Tengah.
Kabupaten Tapanuli Utara terdiri dari 15 kecamatan yaitu Parmonangan, Adian Koting, Sipoholon, Tarutung, Siatas Barita, Pahae Julu, Pahae Jae, Purba Tua, Simangumban, Pangaribuan, Garoga, Sipahutar, Siborongborong, Pagaran dan Muara. Kecamatan Garoga menjadi kecamatan terluas dari 15 kecamatan yang ada yaitu sekitar 567,58 Km2 atau 14,96 persen dari luas kabupaten dan kecamatan yang terkecil luasnya adalah Kecamatan Muara sekitar 79,75 Km2 atau 2,10 persen. Kabupaten Tapanuli Utara memiliki bentang alam dengan struktur alam yang melintas Pegunungan Bukit Barisan, memanjang dari Utara ke Selatan Provinsi Sumatera Utara.
Kabupaten Tapanuli Utara memiliki topografi berbukit dan berlembah – lembah dengan suhu antara 12oC-28oC. Kondisi geografis yang berada pada ketinggian 150-1.700 meter di atas permukaan laut menjadikan wilayah ini sebagai kawasan pertanian dan agrobisnis dengan potensi pengembangan yang cukup besar. Secara keseluruhan beberapa wilayah kecamatan berada pada ketinggian dengan kisaran > 1.500 mdpl (Kecamatan Muara, Pangaribuan, Sipahutar, Siatas Barita, Pagaran dan Siborongborong). Sementara itu kecamatan yang bersebelahan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah memiliki ketinggian yang lebih rendah, yaitu Kecamatan Parmonangan, Adiankoting, Purbatua, Pahae Jae dan sebagian besar Simangumban. Kabupaten Tapanuli Utara memiliki topografi dan kontur tanah yang beraneka ragam, yaitu daerah dataran besar 3,16 persen, daerah landai sebesar 26,86 persen, daerah miring sebesar 25,63 persen dan daerah terjal 44,35 persen.
Tapanuli Utara, secara keseluruhan didominasi oleh suku Batak Toba. Dalam masyarakat Batak, khususnya, Toba, tingkatan kegiatan-kegiatan adat maupun ritual budaya dapat dilihat dari binatang apa yang disembelih. Yang paling tinggi adalah kerbau, yang oleh masyarakat Batak Toba sering diistilahkan sebagai “Gajah Toba”. Sosok kerbau dalam pemahaman budaya masyarakat Batak Toba, memiliki sejumlah simbol. Antara lain, kejayaan, kekuatan, kebenaran, kesabaran dan penangkal roh jahat. Tidak heran bila simbol-simbol kerbau ada dalam seni ukir dan aristektural Batak Toba, di mana pada ujung puncak atap rumah dihiasi dengan motif Ulu Paung (kepala raksasa) yang menggunakan tanduk kerbau.
Kebijakan Pembangunan Peternakan
Terwujudnya masyarakat yang sehat dan produktif serta kreatif melalui peternakan tangguh berbasis sumberdaya lokal adalah paradigma pembangunan peternakan. Berbagai misi dilakukan untuk mencapai paradigma tersebut yaitu : 1) Menyediakan pangan asal ternak, 2) Memberdayakan sumberdaya manusia peternakan, 3) Meningkatkan pendapatan peternakan, 4) Menciptakan lapangan kerja peternakan, serta 5) Melestarikan dan memanfaatkan sumberdaya alam, yang secara keseluruhannya selaras dengan program pembangunan pertanian yaitu membangun ketahanan pangan dan mengembangkan sektor agribisnis pertanian (Sudardjat 2003). Selanjutnya pengembangan dibidang peternakan dilakukan melalui strategi pengembangan pilar peternakan utama yaitu 1) Pengembangan potensi ternak dan bibit ternak, 2) Pengembangan pakan ternak, 3) Pengembangan teknologi budidaya. Ketiga pilar utama peternakan terkait oleh sanitasi dan kesehatan ternak serta peningkatan industri dan pemasaran hasil peternakan, pengembangan kelembagaan usaha dan keterampilan peternak serta kawasan pengembangan peternakan.
Peternakan di Indonesia pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam empat kategori sebagai berikut:
Usaha peternakan bersifat pre industri dimana usaha bersifat subsisten, semua aktivitas dilakukan oleh peternak, hampir tidak ada peran organisasi pemerintah maupun swasta.
Usaha peternakan yang mulai timbul pertimbangan industri atau bisnis. Disini peran pemerintah dalam banyak hal cukup dominan dan hampir tidak ada industri swasta yang terlibat. Contoh usaha ini adalah peternakan kerbau, dan ayam buras.
Usaha peternakan dalam tahap ekspansi, dimana peran pemerintah dan swasta cukup besar. Pada tahap ini peran pemerintah dalam hal penelitian dan pengembangan cukup dominan walaupun swasta sudah tertarik untuk berusaha seperti contoh pada usaha kerbau perah, domba, dan itik.
Usaha peternakan tahap industri yang matang, dimana peran swasta sangat dominan serta telah mampu mengembangkan penelitian dan pengembangan untuk mendukung usahanya. Dwiyanto et al. (2002).
Menurut (Sudardjat 2003) Kebijaksanaan pengembangan pakan ternak diarahkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan bahan baku pakan lokal untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan baku pakan. Kebijaksanaan pengembangan pakan ternak meliputi : a) kebijakan pakan konsentrat, yaitu mengusahakan tersedianya bahan baku pakan konsentrat dengan jumlah dan mutu yang terjamin, mudah diperoleh disetiap waktu dan tempat serta harganya dapat dijangkau oleh peternak, mengusahakan adanya berbagai pilihan produsen pengolah pakan mulai dari pabrik besar sampai pada unit-unit pengolahan pakan skala kecil yang ada di pedesaan, mengusahakan agar dapat dibangunnya silo-silo seperti silo jagung pada sentra produksi jagung, serta mengkaji ulang standar mutu bahan baku pakan dan pakan. b) pengembangan pakan hijauan, yaitu mengoptimalkan lahan-lahan potensial untuk penyediaan bahan pakan hijauan dengan meningkatkan partisipasi peternak, mengembangkan teknologi limbah pertanian dan industri pertanian untuk pakan, mengembangkan jenis-jenis hijauan pakan sesuai dengan kondisi agroklimat setempat, serta mengembangkan tanaman leguminosa lokal sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pakan hijauan yang diberikan peternak.
Secara umum untuk pengembangan pakan memiliki permasalahan- permasalahan, antara lain : a) kebutuhan bahan baku pakan tidak seluruhnya dipenuhi dari lokal sehingga masih mengandalkan impor, b) bahan baku pakan lokal belum dimanfaatkan secara optimal, c) ketersediaan pakan lokal tidak kontinyu dan kurang berkualitas, d) penggunaan tanaman legum sebagai sumber pakan belum optimal, e) pemanfaatan lahan tidur dan lahan integrasi masih rendah, f) penerapan teknologi hijauan pakan masih rendah, g) produksi pakan nasional tidak pasti akibat akurasi data yang kurang tepat, serta h) penelitian dan aplikasinya tidak sejalan (Budiman 2001).
Usaha Peternakan Ruminansia
Hewan dikatakan ternak apabila hewan yang dipelihara memberi manfaat bagi pemiliknya, diantara manfaat yang dimaksudkan jika pemeliharaan sebagai kegemaran dan hewan ternak. Hewan kegemaran dibatasi oleh manfaat yang diberikan terbatas, tetapi hewan ternak memiliki nilai bisnis, artinya hewan ini memiliki timbal balik yang besar bagi pemiliknya, dan dapat dijadikan mata pencaharian
Usaha peternakan Indonesia berkembang cukup besar karena dapat dilakukan oleh siapa saja dengan skala besar atau kecil yang menjadikan banyak peternakan bermunculan menandakan bahwa bisnis ini menguntungkan. Peternakan kerbau adalah bisnis yang mengandalkan daging dan susu sebagai benda bisnisnya. Usaha peternakan dapat digolongkan ke dalam beberapa bagian. Menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 472/Kpts/TN.330/6/96, usaha peternakan terbagi menjadi tiga kategori, yaitu peternakan rakyat, pengusaha kecil peternakan, dan pengusaha peternakan.
Sumatera Utara memiliki potensi yang strategis dan memegang peranan penting sebagai pendorong swasembada daging nasional (Umar, 2009). Pemeliharaan secara ekstensif atau semi-intensif dapat dilakukan dengan memanfaatkan padang penggembalaan seluas 1.311.159 ha dan lahan perkebunan kelapa sawit dan karet yang mencapai 1.192.172 ha dalam pola integrasi tanaman dan ternak (SITT).
Kerbau merupakan salah satu ruminansia besar / sumber daya genetik yang keberadaannya relatif kurang diperhatikan. Kerbau di Indonesia lebih terpusat di provinsi Aceh, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Barat dan Sumatera Utara, sebagian besar kerbau dipelihara oleh peternak kecil. Menurut sejarah perkembangan domestikasi, ditemukan dua tipe utama kerbau yaitu kerbau lumpur dan kerbau sungai. Namun sebagian besar kerbau di Indonesia adalah kerbau lumpur. Kerbau seperti halnya ternak sapi mempunyai fungsi serupa yaitu penghasil daging, ternak kerja, tabungan, penghasil susu, sarana ritual maupun status sosial masyarakat (Talib, 2008).
Di Indonesia susu yang dikonsumsi oleh masyarakat adalah berasal dari susu sapi. Sedangkan kerbau relatif masih sedikit dikonsumsi produksi susunya oleh masyarakat. Sementara permintaan susu di Indonesia baru terpenuhi dari dalam negeri 20% dan sisanya 80% diimpor dari luar negeri (Kementrian Pertanian, 2016). Dengan demikian peluang pengembangan ternak kerbau sebagai penghasil susu, terutama kerbau sungai tipe perah sangat perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan akan susu di Indonesia. Produksi susu kerbau sungai berkisar antara 9 – 14 liter/ekor/hari dengan masa Iaktasi 240-300 hari. Kerbau sungai sangat cocok dikembangkan di Indonesia sebagai ternak penghasil susu mendukung swasembada susu 2020, mengingat daya adaptasi kerbau sungai pada iklim tropis basah (Singh dan Praharani, 2012).
Tabel 1. Populasi Ternak Sapi dan Kerbau Tahun 2018-2022 di Provinsi Sumatera Utara
No. | Tahun | Sapi (ekor) | Kerbau(ekor) | ||
1. | 2018 | 982.963 | 95.358 | ||
2. | 2019 | 872.411 | 102.574 | ||
3. | 2020 | 899.571 | 97.218 | ||
4. | 2021 | 935.888 | 94.214 | ||
5. | 2022 | 967.611 | 98.246 |
Sumber: BPS Sumatera Dalam Angka 2023
Dapat dilihat pada Tabel 1. peningkatan perkembangan populasi sapi yang sangat signifikan terjadi pada tahun 2020 ke tahun 2021 di Sumatera Utara yaitu dari jumlah 899.571 meningkat menjadi 935.888. Pada tahun 2018 merupakan jumlah populasi sapi tertinggi dalam kurun waktu 2018-2022 yaitu 982.963. Sementara peningkatan perkembangan populasi kerbau yang sangat signifikan terjadi pada tahun 2018 ke tahun 2019 di Sumatera Utara yaitu dari jumlah 95.358 meningkat menjadi 102.574. Pada tahun 2019 merupakan jumlah populasi kerbau tertinggi dalam kurun waktu 2018-2022 yaitu 102.574.
Tabel 2. Populasi Ternak Sapi dan Kerbau Tahun 2018-2022 di Kabupaten Tapanuli Utara
No. | Tahun | Sapi (ekor) | Kerbau(ekor) | ||
1. | 2018 | 473 | 9.718 | ||
2. | 2019 | 493 | 9.677 | ||
3. | 2020 | 535 | 9.768 | ||
4. | 2021 | 953 | 10.028 | ||
5. | 2022 | 814 | 10.043 |
Sumber: BPS Kabupaten Tapanuli Utara Dalam Angka, 2023
Berdasarkan Tabel 2. Dapat dilihat bahwa populasi kerbau di Tapanuli Utara tahun 2022 mencapai 10.043 ekor lebih banyak dibandingkan populasi sapi yang hanya sebanyak 814 ekor.
Tabel 3. Populasi Ternak Kerbau Menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara
No | Kecamatan | Jumlah (ekor) |
1.
2. |
Parmonangan
Adiankoting |
815
46 |
3.
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. |
Sipoholon
Tarutung Siatas Barita Pahae Julu Pahae Jae Purbatua Simangumban Pangaribuan Garoga Sipahutar Siborongborong Pagaran Muara |
982
318 153 15 18 28 29 1.008 55 1.433 3.090 1.035 1.023 |
Total | 10.048 |
Sumber: BPS, Kabupaten Tapanuli Utara Dalam Angka 2024
Data pada Tabel 3. menunjukkan bahwa, jumlah ternak kerbau terbanyak adalah Kecamatan Siborongborong dengan total 3.090 ekor, jumlah terbanyak kedua pada kecamatan Sipahutar 1.433 ekor dan jumlah terbanyak ketiga pada kecamatan Pagaran sebanyak1.035 ekor.
Keadaan populasi berdasarkan Kecamatan sangat diperlukan untuk penyusunan potensi pengembangan ternak kerbau sesuai dengan daya dukung wilayah.
Analisis Sumber Daya Pakan
Produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor lingkungan sampai 70% dan faktor genetik hanya sekitar 30%. Diantara faktor lingkungan tersebut, aspek pakan mempunyai pengaruh paling besar sekitar 60%. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun potensi genetik ternak tinggi, namun apabila pemberian pakan tidak memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas, maka produksi yang tinggi tidak akan tercapai. Disamping pengaruhnya yang besar terhadap produktivitas ternak, faktor pakan juga merupakan biaya produksi yang terbesar dalam usaha peternakan. Biaya pakan ini dapat mencapai 60-80% dari keseluruhan biaya produksi.
Pakan utama ternak ruminansia adalah hijauan yaitu sekitar 60-70%; namun demikian karena ketersediaan pakan hijauan sangat terbatas maka pengembangan peternakan dapat diintegrasikan dengan usaha pertanian sebagai strategi dalam penyediaan pakan ternak melalui optimalisasi pemanfaatan limbah pertanian limbah agroindustri pertanian.
Perlu dipahami bersama bahwa tidak ada strategi dan komposisi pakan terhebat yang dapat diterapkan pada semua sistem usaha peternakan kerbau potong yang tersebar di berbagai lokasi usaha. Yang terhebat adalah strategi untuk mengungkap dan mengolah bahan pakan potensial setempat menjadi produk ekonomis yang aman, sehat, utuh, halal dan berkualitas.
Djayanegara dan Sitorus (1983) menyatakan bahwa sebagian besar limbah pertanian dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak. Walaupun demikian masih banyak limbah ini yang belum dimanfaatkan. Hambatan yang sering dialami adalah kualitas yang rendah, kurang disukai ternak dan produksinya berfluktuasi.
Kendala utama di bidang pertanian adalah mahalnya harga pupuk sedangkan di bidang peternakan adalah kurangnya ketersedian pakan untuk memenuhi kebutuhan ternak. Model pengembangan yang tepat untuk masalah tersebut adalah integrasi tanaman pangan dengan ternak. Sistem Integrasi Tanaman-Ternak (SITT) dalam sistem usaha pertanian di suatu wilayah merupakan ilmu rancang bangun dan rekayasa sumber daya pertanian yang tuntas. SITT pada dasarnya tidak terlepas dari kaidah-kaidah ilmu usaha tani yang berkembang lebih lanjut. Ilmu usaha tani itu sendiri merupakan suatu proses produksi biologis yang memanfaatkan sumber daya alam, sumber daya manusia, modal, dan manajemen yang jumlahnya terbatas (Kusnadi, 2008).
Usaha ternak kerbau akan efisien jika manajemen pemeliharaan diintegrasikan dengan tanaman sebagai sumber pakan bagi ternak itu sendiri. Ternak kerbau menghasilkan pupuk untuk meningkatkan produksi tanaman, sedangkan tanaman dapat menyediakan pakan hijauan bagi ternak. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi sumberdaya yang dimiliki peternak yang mencakup sumber daya ternak dan tanaman pangan dalam mendukung prospek pengembangan integrasi kerbau potong dan tanaman pangan di pedesaan.
Limbah pertanian adalah sebagian tanaman pertanian di atas tanah atau bagian pucuk, batang yang tersisa setelah panen atau diambi hasil utamanya dan merupakan pakan alternatif yang digunakan sebagai pakan ternak (Rauf, 2015).
Limbah pertanian merupakan salah satu bahan produk sampingan dari suatu proses biologis sistem pertanian yang masih belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai pakan ternak. Jerami padi merupakan limbah pertanian yang paling potensial dan terdapat hampir di seluruh daerah di Indonesia dengan produksi sekitar 52 juta ton bahan kering per tahun. Dari jumlah tersebut sebagian besar dihasilkan di Pulau Jawa dan Bali yaitu sebanyak 21 juta ton bahan kering per tahun (BPS, 2004). Kalau di asumsikan 1 Unit Ternak = seekor kerbau dengan bobot badan 325 kg dan konsumsi bahan kering 2% bobot badan dan pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak 50%; maka lebih kurang 10 juta Unit Ternak masih dapat tampung.
Selama ini hampir 50% jerami padi dibakar, abunya dikembalikan ke tanah sebagai kompos dan hanya 35% yang digunakan sebagai pakan ternak. Sistem integrasi ternak dengan tanaman pangan tidak hanya meningkatkan nilai tambah limbah pertanian yang dihasilkan, tetapi juga meningkatkan jumlah dan kualitas pupuk organik yang berasal dari ternak sehingga mampu memperbaiki kesuburan lahan.
Tingkat ketersediaan hijauan makanan ternak pada suatu wilayah merupakan salah satu faktor yang sangat penting serta turut mempengaruhi dinamika populasi dalam keberhasilan pengembangan ternak, khususnya ternak herbivora. Dalam memperhitungkan potensi suatu wilayah perlu dilihat populasi ternak yang ada di wilayah tersebut dihubungkan dengan potensi hijauan makanan ternak yang dihasilkan oleh wilayah yang bersangkutan, maka lahan – lahan yang potensial untuk menghasilkan hijauan makanan ternak yang diperhitungkan, antara lain: lahan pertanian, perkebunan, padang penggembalaan dan sebagian kehutanan (Natasasmita dan Mudikdjo, 1980).
Kuantitas produksi hijauan dalam kuadran 1 m². Menetapkan Proper Use Faktor (PUF) tergantung pada jenis ternak yang digembalakan, spesies hijauan, dan kondisi tanah padang penggembalaan. Penggunaan padang penggembalaan ringan, sedang, dan berat nilai PUFnya masing – masing 25 – 30 %, 40 – 45 %, dan 60 – 70 % (Subagyo et al., 2000).
Produksi bahan pakan sangat ditentukan oleh luas areal panen, umur pemanenan, kondisi tanah dan curah hujan dari masing – masing komoditi yang ditanam pada suatu wilayah serta kandungan nutrisi yang terdapat dalam bahan pakan (Winugroho et al., 1998). Semakin tua umur tanaman maka semakin tinggi bahan kering yang dihasilkan (Seseray et al., 2012).
Potensi Pengembangan Kerbau
Daya tampung atau kapasitas tampung (carrying capacity) adalah kemampuan padang penggembalaan untuk menghasilkan hijauan makanan ternak yang dibutuhkan oleh sejumlah ternak yang digembalakan dalam luasan satu hektar atau kemampuan padang penggembalaan untuk menampung ternak per hektar (Reksohadiprodjo, 1994).
Kapasitas tampung berhubungan erat dengan produktivitas hijauan pakan pada suatu areal penggembalaan ternak. Makin tinggi produktivitas hijauan pada suatu areal padang penggembalaan, makin tinggi pula kapasitas tampung ternak yang ditunjukkan dengan banyaknya ternak yang dapat digembalakan (Junaidi dan Sawen, 2010).
Perhitungan mengenai kapasitas tampung suatu lahan terhadap jumlah ternak yang dipelihara adalah berdasarkan pada produksi hijauan pakan yang tersedia. Dalam perhitungan ini digunakan norma Satuan Ternak (ST) yaitu ukuran yang digunakan untuk menghubungkan bobot badan ternak dengan jumlah pakan yang dikonsumsi (Hardjosubroto dan Astuti, 1993).
Satuan Ternak (ST) adalah satuan untuk populasi ternak ruminansia yang diperoleh dari jumlah populasi dikalikan dengan faktor konversi, untuk ternak sapi faktor konversinya adalah 0,7. Untuk mewakili populasi sapi yang terdiri dari induk betina, induk jantan, dan anak dengan berbagai tingkatan umur, maka populasi sapi keseluruhan dikali dengan 0,7. Sedangkan kerbau 0,8, kambing PE 0,07, dan domba 0,06 (Ashari et al., 1995).
Konsep tata ruang dalam suatu usaha peternakan adalah konsep pengelompokkan aktivitas usaha ternak dalam ruang, sehingga setiap wilayah memiliki pusat – pusat usaha ternak yang didukung oleh daerah – daerah sekitarnya (Setyono, 1995).
Daya Dukung (IDD) adalah memperlihatkan status masing – masing daerah terhadap kemampuan penambahan populasi untuk ruminansia saat ini. Arahan kesesuaian ekologis lahan dapat direkomendasikan pada dua pola. Pertama, pola diversifikasi spasial, yaitu pengembangan pada lahan – lahan yang telah mempunyai peruntukan, antara lain untuk tanaman pangan dan perkebunan dalam bentuk pola keterpaduan, kedua, pola ekstensifikasi spasial, yaitu pengembangan pada lahan kehutanan dan alang-alang (Arsyad, 2012).
Ashari et al. (1995) mengatakan bahwa Indeks Daya Dukung (IDD) hijauan makanan ternak dihitung dari jumlah produksi hijauan makanan ternak yang tersedia terhadap jumlah kebutuhan hijauan bagi sejumlah populasi ternak ruminansia di suatu wilayah. Adapun kriteria status daya dukung hijauan berdasarkan indeks daya dukung ditampilkan pada Tabel 4. dibawah ini :
Tabel 4. Kriteria Status Daya Dukung Hijauan Berdasarkan Indeks Daya Dukung
No | Indeks Daya Dukung (IDD) | Kriteria |
1. | > 2 | Aman |
2. | > 1,5 – 2 | Rawan |
3. | > 1 – 1,5 | Kritis |
4. | < 1 | Sangat Kritis |
Sumber: Ashari et al. (1995)
Menurut Sumanto dan Juarini (2006) bahwa masing – masing nilai IDD tersebut mempunyai makna sebagai berikut :
Nilai ≤ 1 | : Ternak tidak mempunyai pilihan dalam memanfaatkan sumber yang tersedia, terjadi pengurasan sumberdaya dalam agroekosistemnya, dan tidak ada hijauan alami maupun limbah yang kembali melakukan siklus haranya. |
Nilai > 1 – 1, 5 | :Ternak telah mempunyai pilihan untuk memanfaatkan sumberdaya tetapi belum terpenuhi aspek konservasi. |
Nilai > 1,5 – 2 | : Pengembangan bahan organik ke alam pas – pasan. |
Nilai > 2 | : Ketersediaan sumberdaya pakan secara fungsional |
mencukupi kebutuhan lingkungan secara efisien.
Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR)
Metode Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) merupakan suatu pendekatan untuk menunjukkan kapasitas wilayah dalam penyediaan hijauan makanan ternak (Soewardi, 1985).
Besaran KPPTR, dihitung sebagai selisih daya dukung hijauan makanan ternak (ST) suatu daerah dengan populasi ternak ruminansia yang terdapat di daerah tersebut (ST) (Umela, 2013). Estimasi potensi hijauan pakan pada masing – masing wilayah dipengaruhi oleh keragaman agroklimat, jenis dan topografi tanah dan tradisi budidaya pertanian.
Untuk menuju kemandirian, sudah saatnya daerah otonom harus menggali semua potensi yang dimilikinya. Pada tahap awal, pemerintah kabupaten/kota harus mampu mengidentifikasi tiga pilar pengembangan wilayah yang dimilikinya, yaitu potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya teknologi (Zen, 1995: dalam Alkadri dan Hasan Mustafa, 2002). Ketiga pilar ini harus diramu sedemikian rupa sehingga sumber daya manusia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam dengan teknologi yang dimilikinya. Pada fase berikutnya, daerah dapat mengembangkan potensi-potensi tersebut menjadi berbagai kegiatan ekonomi yang menghasilkan nilai tambah dan berdaya saing tinggi. Contohnya seperti pengembangan ternak kerbau mengingat bagaimana perkembangan produksi daging kerbau terus mengalami peningkatan beberapa tahun terakhir. Hal ini merupakan prospek yang baik untuk di kembangkan pada setiap daerah di Sumatera Utara.
Perkembangan produksi daging kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara tersaji pada Tabel dibawah ini.
Tabel 5. Perkembangan Produksi Daging Kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2022-2023
No | Kecamatan 2022 (kg) | 2023 (kg) |
1.
2. |
Parmonangan 8.856
Adiankoting 660 |
9.780
552 |
3.
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. |
Sipoholon 11.831
Tarutung 3.684 Siatas Barita 1.704 Pahae Julu 36 Pahae Jae 216 Purbatua 336 Simangumban 360 Pangaribuan 13.332 Garoga 660 Sipahutar 17.172 Siborongborong 37.044 Pagaran 12.360 Muara 12.264 |
11.784
3.816 1.836 180 216 336 348 12.096 660 17.196 37.080 12.420 12.276 |
Total 120.516 | 120.576 |
Sumber: BPS, Kabupaten Tapanuli Utara Dalam Angka 2024
Tabel 5. memperlihatkan, selama kurun waktu tahun 2022 hingga 2023 produksi daging kerbau menunjukkan peningkatan positif. Namun di beberapa Kecamatan mengalami penurunan yang tidak begitu berpengaruh seperti di Kecamatan Adiankoting dan Simangumban, namun pada dasarnya produksi daging kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara mengalami peningkatan dari tahun 2022-2023.
Daerah harus lebih menetapkan skala prioritas yang tepat untuk memanfaatkan potensi daerahnya masing-masing dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan hidup agar pertumbuhan bisa berkesinambungan. Pada saat yang bersamaan, daerah harus lebih mampu menggali pendapatan asli daerah yang lebih besar, karena penerimaan daerah yang dilimpahkan dari pusat sudah terbatas dan sudah memiliki aturan pendistribusiannya.
Sumatera Utara merupakan salah satu Provinsi yang memiliki keragaman produk peternakan. Dengan luas wilayah 3,82% dari luas wilayah Indonesia dan jumlah penduduk 13,937,797 jiwa. Sumatera Utara merupakan salah satu pasar potensial dalam mengembangkan usaha peternakan.
Strategi Pengembangan Kerbau
Strategi adalah tindakan awal yang menuntut keputusan manajemen puncak dan sumber daya perusahaan yang banyak untuk merealisasikannya. Di samping itu strategi juga mempengaruhi kehidupan organisasi dalam jangka panjang paling tidak selama lima tahun. Oleh karena itu, sifat strategi adalah berorientasi ke masa depan. Strategi mempunyai konsekuensi multifungsional atau multidivisional dan dalam perumusannya perlu mempertimbangkan faktor-faktor internal maupun eksternal perusahaan (David, 2004).
Secara konsepsional strategi pengembangan dalam konteks agropolitan adalah upaya untuk melakukan analisis terhadap kondisi lingkungan kawasan baik internal yang meliputi kelemahan dan kekuatan dan kondisi lingkungan eksternal yaitu peluang dan ancaman yang akan dihadapi, kemudian diambil alternatif untuk menentukan strategi yang harus dilakukan. Analisis lingkungan internal merupakan suatu proses untuk menilai faktor-faktor keunggulan strategis perusahaan/organisasi untuk menentukan dimana letak kekuatan dan kelemahannya, sehingga penyusunan strategi dapat dimanfaatkan secara efektif, kesempatan lingkungan dan menghadapi hambatannya, mengembangkan profil sumber daya dan keunggulan, membandingkan profil tersebut dengan kunci sukses,dan mengidentifikasi kekuatan utama dimana industri dapat membangun strategi untuk mengeksploitasi peluang dan meminimalkan kelemahan dan mencegah kegagalan.
Perumusan strategi adalah pengembangan rencana jangka panjang untuk manajemen efektif dari kesempatan dan ancaman lingkungan, dilihat dari kekuatan dan kelemahan perusahaan Strategi yang dirumuskan bersifat lebih spesifik tergantung kegiatan fungsional manajemen (Hunger and Wheelen, 2003).
Manajemen strategis adalah seni dan ilmu untuk pembuatan (formulating), penerapan (implementing) dan evaluasi (evaluating) keputusan-keputusan strategis antar fungsi yang memungkinkan sebuah organisasi mencapai tujuan di masa datang. Jadi, perencanaan strategis lebih terfokus pada bagaimana manajemen puncak menentukan visi, misi, falsafah, dan strategi perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan jangka panjang (Umar, 2009).
Langkah-langkah dalam perumusan strategi dapat diuraikan sebagai berikut:
Menurut Handoyo (2007). Visi merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan cita-cita atau impian sebuah organisasi atau perusahaan yang ingin dicapai di masa depan. Atau dapat dikatakan bahwa visi merupakan pernyataan want to be dari organisasi atau perusahaan. Visi juga merupakan hal yang sangat krusial bagi perusahaan untuk menjamin kelestarian dan kesuksesan jangka panjang, dalam visi suatu organisasi terdapat juga nilai-nilai, aspirasi serta kebutuhan organisasi di masa depan.
Jadi perumusan misi merupakan realisasi yang akan menjadikan suatu organisasi mampu menghasilkan produk dan jasa berkualitas yang memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggannya (Handoyo, 2007) Misi (mission) adalah apa sebabnya kita ada (why we exist / what we believe we can do). Pada dasarnya misi merupakan alasan mendasar eksistensi suatu organisasi. Pernyataan misi organisasi, terutama di tingkat unit bisnis menentukan batas dan maksud aktivitas bisnis perusahaan.
Tujuan bisnis adalah pengertian tentang dimana setiap bisnis atau perusahaan berusaha mengolah bahan untuk dijadikan produk yang diperlukan oleh konsumen produk dapat berupa barang atau jasa. Tujuan perusahaan membuat produk adalah untuk mendapatkan laba, yakni imbalan yang diperoleh perusahaan dari penyediaan suatu produk bagi konsumen.
2) Analisis Situasi Eksternal
Lingkungan eksternal terdiri dari variabel-variabel (kesempatan dan ancaman) yang berada di luar organisasi dan tidak secara khusus ada dalam pengendalian jangka pendek dari manajemen puncak. Variabel-variabel tersebut membentuk keadaan dalam organisasi dimana organisasi ini hidup. Lingkungan eksternal memiliki dua bagian yaitu lingkungan kerja dan lingkungan sosial (Hunger and Wheelen, 2003).
Peluang dan ancaman eksternal merujuk pada peristiwa dan tren ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, hukum, pemerintahan, teknologi, dan persaingan yang dapat menguntungkan atau merugikan suatu organisasi secara berarti di masa depan. Peluang dan ancaman sebagian besar di luar kendali suatu organisasi. Perusahaan harus merumuskan strategi untuk memanfaatkan peluang-peluang eksternal dan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal (David, 2004).
Kekuatan dan kelemahan internal adalah segala kegiatan dalam kendali organisasi yang bisa dilakukan dengan sangat baik atau buruk. Kekuatan dan kelemahan tersebut ada dalam kegiatan manajemen, pemasaran, keuangan, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan, serta sistem informasi manajemen di setiap perusahaan. Setiap organisasi berusaha menerapkan strategi yang menonjolkan kekuatan internal dan berusaha menghapus kelemahan internal (David, 2004).
Lingkungan internal terdiri dari variabel-variabel (kekuatan dan kelemahan) yang ada di dalam organisasi tetapi biasanya tidak dalam pengendalian jangka pendek dari manajemen puncak. Variabel-variabel tersebut merupakan bentuk suasana dimana pekerjaan dilakukan. Variabel-variabel itu meliputi struktur, budaya, dan sumber daya organisasi (Hunger and Wheelen, 2003).
Analisis situasi merupakan awal proses perumusan strategi. Selain itu, analisis situasi juga mengharuskan para manajer strategis untuk menemukan kesesuaian strategis antara peluang-peluang eksternal dan kekuatan-kekuatan internal, di samping memperhatikan ancaman-ancaman eksternal dan kelebihan -kelemahan internal (Hunger and Wheelen, 2003).
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).
Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis Situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah Analisis SWOT (Rangkuti, 2002).
Pengembangan ternak kerbau memerlukan pengelompokan basis wilayah yang disesuaikan dengan daya dukung (carrying capacity) sebagai model pengembangan ke depan. Menurut Gurnadi (1998) untuk mencapai tujuan pengembangan ternak dapat dilakukan tiga pendekatan, yaitu :
Pendekatan teknis , meningkatkan kelahiran, menurunkan angka kematian, mengontrol pemotongan ternak dan pendekatan genetis.
Pendekatan terpadu, menerapkan teknologi produksi, manajemen, pertimbangan sosial budaya yang tercakup dalam sapta usaha peternakan serta pembentukan kelompok peternak yang bekerja sama dengan instansi-instansi terkait,
Pendekatan agribisnis yang bertujuan untuk mempercepat pengembangan peternakan melalui integrasi dari keempat aspek yaitu input produksi (lahan, pakan, plasma nutfah, dan sumberdaya manusia), proses produksi, pengolahan hasil dan pemasaran.
Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Muslim, 2018 yang mengkaji analisis potensi dan strategi pengembangan kerbau potong berbasis sumberdaya pakan di kawasan Tanjung Balai Sumatera Utara menghasilkan beberapa hal penting bahwa :
Potensi sumberdaya pakan dapat menunjang pengebangan ternak kerbau potong di kawasan Tanjungbalai Sumatera Utara dengan produksi pakan sebesar 41.028.554 BK/thn dan dapat menambah kapasitas populasi ternak kerbau potong sebesar 14.399 ST.
Berdasarkan potensi sumberdaya pakan di Tanjungbalai Sumatera Utara terdapat empat wilayah yang potensial untuk mengembangkan ternak kerbau potong yaitu Kecamatan Datuk Bandar, Kecamatan Datuk Bandar Timur, Kecamatan Sei Tualang Raso dan Kecamatan Teluk Nibung.
Strategi yang dapat digunakan untuk mengembangkan kerbau potong di kawasan Tanjungbalai Sumatera Utara adalah dengan membangun industri pengolahan pakan kerbau potong dengan memanfaatkan sumberdaya pakan, industri bahan baku, letak geografis dan dukungan pemerintah setempat.
Hasil penelitian Riyena Talarosa Pohan , Iskandar Sembiring dan Nevy Diana Hanafi (2015) yang meneliti analisis potensi hasil samping panen pertanian tanaman pangan sebagai sumber pakan alternatif ternak kerbau di kabupaten pakpak bharat, menunjukkan jumlah produksi hasil samping panen pertanian tanaman pangan berdasarkan bahan segar, bahan kering dan protein kasar masing-masing 84.453,87 ton/thn, 27.497,46 ton/thn dan 1.641,66 ton/thn dengan daya dukung BK adalah 15.044ST/thn dengan kapasitas peningkatan populasi ternak adalah 13.729 ST/thn.Kesimpulan dari penelitian ini adalah di Kabupaten Pakpak Bharat terdapat 4 jenis hasil samping panen tanaman pangan yang potensial diigunakan sebagai sumber pakan alternatif ternak kerbau antara lain jerami padi, jerami jagung, daun ubi kayu dan daun ubi jalar. Kabupaten Pakpak Bharat memiliki 4 jenis hasil samping panen pertanian tanaman pangan yang potensial di gunakan sebagai sumber pakan alternatif ternak kerbau diantaranya jerami padi, jerami jagung, daun ubi kayu dan daun ubi jalar. Berdasarkan BK mampu menampung ternak sebesar 15.044,04 ST. Besarnya potensi hasil samping panen pertanian tanaman pangan di Kabupaten Pakpak Bharat diperlukan kerjasama antara peternak, petani, pemerintah, pihak swasta dan akademisi dalam optimalisasi pemanfaatan hasil samping panen tanaman pangan sebagai sumber pakan alternatif ternak kerbau.
Metode Penelitian
Penelitian Analisis Potensi Dan Strategi Pengembangan Ternak Kerbau Berbasis Limbah Pertanian Tanaman Pangan Sebagai Sumber Daya Pakan Di Kabupaten Tapanuli Utara ini dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama adalah melakukan analisis sumberdaya pakan sebagai potensi pengembangan Ternak Kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara. Dan Tahap kedua merumuskan strategi pengembangan usaha ternak kerbau yang dapat diterapkan di Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara.
Tahap I Analisis Potensi Produksi Dan Daya Dukung
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara Waktu penelitian dilaksanakan selama 4(empat) bulan yaitu bulan Oktober 2024 – Januari 2025, meliputi tahap persiapan, pengumpulan data, identifikasi, analisis dan penulisan.
Jenis dan Sumber data
Data dalam penelitian ini terdiri dari dua sumber data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung dilapangan. Data sekunder adalah data yang berasal dari BPS Kabupaten Tapanuli Utara, Dinas Pertanian Kabupaten Tapanuli Utara dan instansi terkait Lainnya.
Data yang diamati dalam penelitian ini adalah :
Keadaan umum wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara yang terdiri dari; luas wilayah, letak geografis, topografi, penggunaan lahan pertanian, iklim, jumlah penduduk, kepadatan penduduk dan curah hujan.
Populasi dan jenis ternak ruminansia (ST) yang ada pada masing-masing kecamatan.
Potensi sumber daya pakan berupa limbah tanaman pangan jerami padi, jerami jagung, jerami kacang tanah dan jerami ubi kayu.
Alat dan bahan
Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah arit, pisau, karung, timbangan, tali plastik, meteran, alat tulis, alat hitung, terpal dan kamera.
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah limbah hasil pertanian yaitu jerami padi, jerami jagung, Jerami Kacang tanah, dan Jerami ubi kayu.
Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Pengambilan data menggunakan metode purposive sampling. Purposive sampling merupakan metode pengambilan data yang didasarkan atas tujuan dan pertimbangan tertentu dari peneliti. Pengambilan sampel dilakukan dengan sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang akan diambil sudah mencapai umur panen. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui pengumpulan data-data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten, Dinas pertanian dan Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Kabupaten Tapanuli Utara.
Prosedur Pengambilan Sampel limbah Tanaman Pangan
Menyiapkan peralatan untuk pengambilan sampel limbah tanaman pangan;
Menentukan lahan pertanian sebagai tempat pengambilan data dengan menggunakan metode purposive sampling. Untuk Jerami padi, jerami jagung, jerami kacang tanah dan jerami ubi kayu, lahan pertanian yang digunakan sebagai tempat pengambilan sampel adalah lahan petani yang sedang panen dengan melakukan pengubinan dengan ukuran I x I m2 sebanyak 3 kali ulangan.
Melakukan pengukuran luas lahan terhadap lahan pertanian yang akan diambil sampel.
Memotong bagian sampel limbah tanaman pangan
Memasukkan sampel ke kantong plastik untuk ditimbang
Menimbang bobot segar dari sampel.
Teknik Pengambilan Sampel
Menurut Sugiono (2017) “sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut” Sedangkan menurut Arikunto (2008) “penentuan pengambilan sampel sebagai berikut : Apabila subjeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua hingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Jika jumlah subjeknya besar/banyak dapat diambil antara 10 — 15% atau 20 — 25%.
Sampling adalah teknik pengambilan sampel (Sugiono, 2017). Ada dua macam teknik pengambilan sampel yaitu:
Random Sampling; yaitu teknik pengambilan sampel dimana semua individu dalam populasi baik sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi kesempatan untuk dipilih menjadi anggota sampel.
Non Random Sampel; yaitu tehnik pengambilan sampel dimana tidak semua individu dalam populasi baik sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi kesempatan untuk dipilih menjadi anggota sampel.
Pengambilan sampel jerami padi, jerami jagung, Jerami ubi kayu dan jerami kacang tanah diambil pada daerah yang sedang memanen padi, jagung, ubi kayu dan kacang tanah.
Tanaman Padi
Lokasi pengambilan sampling dilaksanakan di Tanaman padi dilakukan dengan melakukan sampling pada kawasan pertanian padi di beberapa kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara, yaitu Kecamatan Siborongborong, Kecamatan Pahae Julu dan Kecamatan Tarutung. Pengumpulan data dilakukan dengan menghitung produksi pengubinan Jerami padi pada plot ubinan berukuran 2,5 x 2,5m dengan lima kali ulangan sampel yang dihitung dengan menggunakan rumus (ton/ha):
Produksi pengubinan = x 1,6
6,25
Sumber: BPS Tapanuli Utara Dalam Angka (2024)
Hasil perhitungan pada plot ubinan kemudian digunakan untuk menghitung produksi Jerami padi pada setiap kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara yang dihitung dengan rumus:
Produksi Jerami padi = Produksi pengubinan x Luas areal panen padi (Sumber: BPS Tapanuli Utara Dalam Angka (2024)
Konversi produksi bahan segar (BS) ke Bahan Kering (BK) dihitung dengan menggunakan rumus dari hasil penelitian Afrizal et al. (2018), yaitu:
Produksi Bahan Kering (BK) = 47% dari produksi Bahan Segar (BS)
Proper Use Faktor digunakan untuk melihat jumlah pakan yang digunakan untuk menentukan kebutuhan hijauan karena tidak semua daya dukung pertanian yang tersedia di konsumsi oleh ternak. Besarnya Proper Use Faktor Jerami padi yang digunakan adalah 30% karena termasuk dalam kategori ringan (Susetyo,1980)
Proper Use Faktor (PUF) = Produksi Berat Kering (BK) x 30%
Daya dukung jerami padi dihitung berdasarkan kebutuhan ternak, yaitu Satuan Ternak (ST) dan rata-rata kebutuhan bahan kering 6,25 kg/hari (NRC,1984). Daya dukung jerami padi berdasarkan kebutuhan BK dihitung dengan menggunakan rumus :
DDLTP Jerami Padi =
Kebutuhan BK ST (ton/tahun)
Tanaman Jagung
Lokasi pengambilan sampling dilaksanakan di Tanaman padi dilakukan dengan melakukan sampling pada kawasan pertanian jagung di beberapa kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara, yaitu Kecamatan Siborongborong, Kecamatan Pahae Julu dan Kecamatan Tarutung. Pengumpulan data dilakukan dengan menghitung produksi pengubinan Jerami jagung pada plot ubinan berukuran 2,5 x 2,5m dengan lima kali ulangan sampel yang dihitung dengan menggunakan rumus (ton/ha):
Produksi pengubinan = x 1,6
6,25
Sumber : BPS Tapanuli Utara Dalam Angka (2024)
Hasil perhitungan pada plot ubinan kemudian digunakan untuk menghitung produksi Jerami padi pada setiap kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara yang dihitung dengan rumus :
Produksi Jerami jagung = Produksi pengubinan x Luas areal panen jagung
(Sumber: BPS Tapanuli Utara Dalam Angka (2024)
Konversi produksi bahan segar (BS) ke Bahan Kering (BK) dihitung dengan menggunakan rumus dari hasil penelitian Afrizal et al. (2018), yaitu:
Produksi Bahan Kering (BK) = 26% dari produksi Bahan Segar (BS)
Proper Use Faktor digunakan untuk melihat jumlah pakan yang digunakan untuk menentukan kebutuhan hijauan karena tidak semua daya dukung pertanian yang tersedia di konsumsi oleh ternak. Besarnya Proper Use Faktor Jerami jagung yang digunakan adalah 30% karena termasuk dalam kategori ringan (Susetyo,1980)
Proper Use Faktor (PUF) = Produksi Berat Kering (BK) x 30%
Daya dukung jerami jagung dihitung berdasarkan kebutuhan ternak, yaitu Satuan Ternak (ST) dan rata-rata kebutuhan bahan kering 6,25 kg/hari (NRC,1984). Daya dukung jerami jagung berdasarkan kebutuhan BK dihitung dengan menggunakan rumus :
DDLTP Jerami Jagung =
Kebutuhan BK ST (ton/tahun)
Tanaman Ubi Kayu
Produksi hasil samping pertanian ubi kayu yang digunakan sebagai sumber pakan untuk ternak kerbau adalah kulit ubi kayu. Lokasi pengambilan data produksi dilakukan dengan melakukan sampling pada kawasan pertanian ubi kayu di beberapa kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara, yaitu Kecamatan Siborongborong, Kecamatan Pahae Julu dan Kecamatan Tarutung. Pengumpulan data dilakukan dengan menghitung produksi pengubinan ubi kayu. Pengukuran dilakukan pada plot ubinan berukuran 2,5 x 2,5m dengan lima kali ulangan sampel yang dihitung dengan menggunakan rumus (ton/ha):
Produksi pengubinan = x 1,6
6,25
Sumber : BPS Tapanuli Utara Dalam Angka (2024)
Hasil perhitungan pada plot ubinan kemudian digunakan untuk menghitung produksi kulit ubi kayu pada setiap kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara yang dihitung dengan rumus :
Produksi Kulit Ubi Kayu = Produksi pengubinan x Luas areal panen ubi kayu
(Sumber: BPS Tapanuli Utara Dalam Angka (2024)
Konversi produksi bahan segar (BS) ke Bahan Kering (BK) dihitung dengan menggunakan rumus dari hasil penelitian Afrizal et al. (2018), yaitu:
Produksi Bahan Kering (BK) = 25% dari produksi Bahan Segar (BS)
Proper Use Faktor digunakan untuk melihat jumlah pakan yang digunakan untuk menentukan kebutuhan hijauan karena tidak semua daya dukung pertanian yang tersedia di konsumsi oleh ternak. Besarnya Proper Use Faktor kulit ubi kayu yang digunakan adalah 30% karena termasuk dalam kategori ringan (Susetyo,1980)
Proper Use Faktor (PUF) = Produksi Berat Kering (BK) x 30%
Daya dukung kulit ubi kayu dihitung berdasarkan kebutuhan ternak, yaitu Satuan Ternak (ST) dan rata-rata kebutuhan bahan kering 6,25 kg/hari (NRC,1984). Daya dukung jerami jagung berdasarkan kebutuhan BK dihitung dengan menggunakan rumus :
DDLTP Kulit Ubi Kayu =
Kebutuhan BK ST (ton/tahun)
Tanaman Kacang Tanah
Produksi hasil samping pertanian kacang tanah yang digunakan sebagai sumber pakan untuk ternak kerbau adalah Jerami kacang tanah. Lokasi pengambilan sampling dilakukan dengan melakukan sampling pada kawasan pertanian kacang tanah di beberapa kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara, yaitu Kecamatan Siborongborong, Kecamatan Pahae Julu dan Kecamatan Tarutung. Pengumpulan data dilakukan dengan menghitung produksi pengubinan Jerami kacang tanah pada plot ubinan berukuran 2,5 x 2,5m dengan lima kali ulangan sampel yang dihitung dengan menggunakan rumus (ton/ha):
Produksi pengubinan = x 1,6
6,25
Sumber : BPS Tapanuli Utara Dalam Angka (2024)
Hasil perhitungan pada plot ubinan kemudian digunakan untuk menghitung produksi Jerami kacang tanah pada setiap kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara yang dihitung dengan rumus :
Produksi Jerami Kacang Tanah = Produksi pengubinan x Luas areal panen Kacang Tanah
(Sumber: BPS Tapanuli Utara Dalam Angka (2024)
Konversi produksi bahan segar (BS) ke Bahan Kering (BK) dihitung dengan menggunakan rumus dari hasil penelitian Afrizal et al. (2018), yaitu:
Produksi Bahan Kering (BK) = 19% dari produksi Bahan Segar (BS)
Proper Use Faktor digunakan untuk melihat jumlah pakan yang digunakan untuk menentukan kebutuhan hijauan karena tidak semua daya dukung pertanian yang tersedia di konsumsi oleh ternak. Besarnya Proper Use Faktor Jerami kacang tanah yang digunakan adalah 30% karena termasuk dalam kategori ringan (Susetyo,1980)
Proper Use Faktor (PUF) = Produksi Berat Kering (BK) x 30%
Daya dukung jerami kacang tanah dihitung berdasarkan kebutuhan ternak, yaitu Satuan Ternak (ST) dan rata-rata kebutuhan bahan kering 6,25 kg/hari (NRC,1984). Daya dukung jerami kacang tanah berdasarkan kebutuhan BK dihitung dengan menggunakan rumus :
DDLTP Jerami Kacang Tanah =
Kebutuhan BK ST (ton/tahun)
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam Tabel, Gambar dan Grafik. Beberapa analisis yang digunakan.
Analisis Location Question (LQ)
Analisis LQ digunakan untuk mengetahui wilayah Basis atau non Basis ternak Kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara. Metode LQ dirumuskan sebagai berikut:
LQ = Si / Ni
Keterangan :
Si : Rasio antara populasi ternak ternak Kerbau (ST) wilayah tertentu dengan jumlah penduduk di wilayah yang sama.
Ni : Ratio antara populasi ternak Kerbau di wilayah tertentu dengan jumlah penduduk di daerah yang sama
LQ > 1 merupakan daerah basis peternakan ternak Kerbau
LQ < 1 merupakan daerah non basis peternakan ternak Kerbau
1. Produksi limbah tanaman pangan di Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara
Produksi / ubin = Produksi sampel 2,5 x 2,5 m2 jerami padi, jerami jagung, jerami kacang tanah dan Jerami ubi kayu
Luas 1 Ha
Produksi / ha = ____________ x produksi/ubin
Luas sampel
Produksi per tahun = Produksi limbah / ha x Luas wilayah areal x Jumlah panen setahun
Analisis Faktor yang mempengaruhi peningkatan populasi kerbau
Dalam penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi dalam meningkatkan populasi kerbau di kabupaten Tapanuli Utara. Dalam analisis ini digunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan Peternak kerbau di kabupaten Tapanuli Utara. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait dan berbagai sumber kepustakaan yang relevan dengan penelitian ini.
Penentuan daerah penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan daerah dengan populasi sapi terbanyak, sedang dan sedikit.
Pengambilan masing masing sampling peternak di setiap kecamatan dilakukan dengan menggunakan rumus slovin berikut ini:
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu regresi linier berganda. Analisis Regresi Linier Berganda adalah regresi linier untuk menganalisis besarnya hubungan dan pengaruh variabel independen yang jumlahnya lebih dari dua (Suharyadi dan Purwanto, 2004).Adapun persamaan model regresi berganda tersebut adalah (Suharyadi dan Purwanto, 2011) :
Faktor faktor yang diamati dalam pelaksanaan penelitian ini adalah faktor faktor pendukung keberhasilan peningkatan populasi ternak kerbau di kabupaten tapanuli utara antara lain:
X1 = Pakan ternak
Pakan merupakan salah satu faktor penting untuk menjamin kelangsungan hidup usaha peternakan. Pemberian pakan yang baik dan berkualitas akan mempengaruhi pertumbuhan dan kualitas dari ternak itu sendiri.
X2 = Sistem Perkawinan
Sistem perkawinan merupakan faktor penting dalam peningkatan populasi karena merupakan pembentukan bakalan kerbau yang meingkatkan populasi
X3 = Jumlah Indukan Produktif
Jumlah indukan produktif salah satu faktor penting dalam meingkatkan populasi karena jumlah indukan produktif menentukan jumlah kelahiran
X4 = Pengalaman Baternak
Faktor pengalaman merupakan indikator kemahiran peternak, semakin lama pengalaman beternak biasanya semakin baik dan efektif pemeliharaaan ternak yang dilaksanakan
Y = Peningkatan Populasi Ternak Kerbau
Tahap II Merumuskan Strategi Pengembangan Usaha Ternak Kerbau Berbasis Limbah Pertanian Tanaman Pangan Sebagai Sumber Daya Pakan di Kabupaten Tapanuli Utara
Setelah mendapatkan hasil penelitian tahap pertama, didiskusikan dengan berbagai pihak terkait dilakukan dengan metode Forum Grup Discussion (FGD) untuk memperoleh rumusan strategi pengembangan ternak kerbau berbasis sumberdaya pakan di Kabupaten Tapanuli Utara provinsi Sumatera Utara. Peserta FGD berjumlah 10 orang yang terdiri dari stakeholder Dinas Pertanian Kabupaten Tapanuli Utara dan masyarakat terkait. Peserta FGD tersebut adalah kepala bidang peternakan, kepala bidang tanaman pangan, kepala balai pembibitan peternakan, RPH dan puskeswan, penyuluh lapangan, petugas IB, pengusaha ternak, tukang potong dan perwakilan peternak di Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara.
Analisis SWOT (SWOT analysis)
Untuk menentukan alternatif strategi pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara, data dianalisis menggunakan analisis SWOT (Strength, weakness, opportunity, threat) terhadap faktor internal (IFAS) dan eksternal (EFAS) yang dilanjutkan dengan tahapan pencocokan (matching stage) pada proses formulasi strategi.
Analisis SWOT digunakan untuk menentukan alternatif strategi pengembangan ternak kerbau dilakukan dengan:
Analisis Faktor Strategis Internal
Analisis faktor internal dilakukan untuk mengidentifikasi faktor kekuatan dan kelemahan yang ditemui pada saat penelitian tahap satu dan pada saat diskusi FGD pengembangan ternak kerbau berbasis sumber daya pakan limbah tanaman pangan di kawasan Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara. Faktor tersebut dievaluasi menggunakan matriks IFAS (Internal Strategic Faktor Analisis Summary) dengan langkah sebagai berikut (David, 2002) :
Menentukan faktor kekuatan (Strengths) dan kelemahan (Weakness).
Menentukan derajat kepentingan relatif setiap faktor internal (bobot). Penentuan bobot faktor internal dilakukan dengan memberikan penilaian atau pembobotan angka pada masing-masing faktor. Penilaian angka pembobot adalah : Nilai 2 jika faktor vertikal lebih penting dari faktor horizontal; Nilai 1 jika faktor vertikal sama pentingnya dengan faktor horizontal; dan Nilai 0 jika faktor vertikal kurang penting dari faktor horizontal.
Memberikan skala rating 1 sampai 4 pada setiap faktor, untuk menunjukkan apakah faktor tersebut mewakili kelemahan utama (peringkat l), kelemahan kecil (peringkat = 2), kekuatan kecil (peringkat = 3), dan kekuatan utama (peringkat = 4). Pemberian peringkat didasarkan atas kondisi atau keadaan pengembangan usaha ternak kerbau berbasis sumberdaya pakan di kawasan Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara.
Mengalikan bobot dengan rating untuk mendapatkan skor tertimbang
Menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total. Nilai 1 menunjukkan bahwa kondisi internal sangat buruk dan nilai 4 menunjukkan kondisi internal yang sangat baik, rata-rata nilai yang dibobotkan adalah 2,5. Nilai lebih kecil dari pada 2,5 menunjukkan bahwa kondisi internal selama ini masih lemah, sedangkan nilai lebih besar dari 2,5 menunjukkan kondisi internal kuat.
Tabel 6. Matrik Faktor Internal (IFAS)
Faktor-Faktor Strategis Internal | Bobot | Rating | Skor Pembobotan (Bobot x Rating) |
Kekuatan (Stregths/S)
1. Kekuatan 1 2. Kekuatan 2 Jumlah S
Kelemahan (Weakness/W) 1. Kelemahan 1 2. Kelemahan 2 Jumlah W
Total |
Bobot
Kekuatan 1 Bobot Kekuatan 2 A Bobot Kelemahan 1 Bobot Kelemahan 2 C (a+c) = 1 |
Rating Kekuatan 1
Rating Kekuatan 2
Rating Kelemahan 1 Rating Kelemahan 2
|
B
(b+d) |
Sumber: Freddy Rangkuti,2006
Analisis Faktor Strategis Eksternal
Analisis faktor eksternal digunakan untuk mengetahui pengaruh faktor faktor sebagai berikut : (1) lingkungan makro yang terdiri dari kebijakan pemerintah, ekonomi sosial dan teknologi, (2) lingkungan mikro yang terdiri dari pesaing, kreditur, pelanggan, kondisi pasar, tenaga kerja, bahan baku produksi, serta (3) lingkungan usaha berupa hambatan usaha, kekuatan pembeli, dan adanya produk substitusi. Hasil analisis eksternal digunakan untuk mengetahui peluang dan ancaman yang ada, dan strategi untuk mengatasi ancaman dan memanfaatkan peluang yang ada dalam pengembangan ternak kerbau. Tahapan dalam mengevaluasi faktor eksternal sesuai prosedur David (2002) sebagai berikut .
Menentukan faktor utama yang berpengaruh penting pada kesuksesan dan kegagalan usaha yang mencakup peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan Forum Grup Discussion (FGD).
Menentukan derajat kepentingan relatif setiap faktor eksternal (bobot). Penentuan bobot faktor eksternal dilakukan dengan memberikan penilaian atau pembobotan angka pada masing-masing faktor. Penilaian angka pembobot adalah : Nilai 2 jika faktor vertikal lebih penting dari faktor horizontal; Nilai 1 jika faktor vertikal sama pentingnya dengan faktor horizontal; dan Nilai 0 jika faktor vertikal kurang penting dari faktor horizontal.
Memberikan peringkat (rating) 1 sampai 4 pada peluang dan ancaman untuk menunjukkan seberapa efektif strategi mampu merespon faktor-faktor eksternal yang berpengaruh tersebut. Nilai peringkat berkisar antara I sampai 4, nilai 4 jika jawaban rata-rata dari responden sangat baik dan 1 jika jawaban menyatakan buruk.
Menentukan skor tertimbang dengan cara mengalikan bobot dengan rating
Menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total. Nilai 1 menunjukkan bahwa kondisi eksternal sangat buruk dan nilai 4 menunjukkan kondisi eksternal yang sangat baik, rata-rata nilai yang dibobotkan adalah 2,5. Nilai lebih kecil dari pada 2,5 menunjukkan bahwa kondisi eksternal selama ini masih lemah, sedangkan nilai lebih besar dari 2,5 menunjukkan kondisi eksternal kuat.
Tabel 7. Matrik Faktor Eksternal (EFAS)
Faktor-Faktor Strategis Eksternal | Bobot | Rating | Skor Pembobotan (Bobot x Rating) |
Peluang (Opportunities/O)
3. Peluang 1 4. Peluang 2 Jumlah O
Ancaman (Threats/T) 3. Ancaman 1 4. Ancaman 2 Jumlah T
Total |
Bobot
Peluang 1 Bobot Peluang 2 A Bobot Ancaman 1 Bobot Ancaman 2 C (a+c) = 1 |
Rating Peluang 1
Rating Peluang 2
Rating Ancaman 1 Rating Ancaman 2 D
|
B
(b+d) |
Sumber: Freddy Rangkuti, 2006
Membuat gambaran matrik Grand Strategi dengan melakukan pengurangan antara jumlah total faktor S dengan W dan Faktor O dengan T. Perolehan angka faktor S — W selanjutnya menjadi nilai atau titik pada sumbu X, sementara Perolehan angka O — T selanjutnya menjadi nilai atau titik pada sumbu Y. Posisi organisasi ditunjukkan oleh titik (x,y) pada kuadran SWOT.
Matriks terdiri dari empat ruang (kuadran), sehingga akan terlihat pada posisi ruang atau kuadran mana pengembangan ternak kerbau di kawasan Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara berada.
Pengambilan Keputusan Strategi Pengembangan
Membuat Keputusan Strategi Perumusan alternatif strategi dilakukan dengan menggabungkan antara dua faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dengan faktor eksternal (peluang dan ancaman), sehingga dihasilkan ; (a) strategi S-O menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang, (b) strategi W-O mengatasi kelemahan untuk memanfaatkan peluang, (c) strategi S-T menggunakan kekuatan dan menghindari ancaman, dan (d) strategi W-T mengatasi kelemahan dan menghindari ancaman. Merumuskan keputusan strategi dapat digambarkan dalam matrik analisis SWOT sebagai berikut :
IFAS
EFAS |
Strength (S)
Tentukan 5-10 faktor-faktor kekuatan internal |
Weakness (W)
Tentukan 5-10 faktor-faktor kelemahan internal |
Opportunities (O)
Tentukan 5-10 Faktor-faktor peluang eksternal |
Strategi S-O
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untukmemanfaatkan peluang |
Strategi W-O
Ciptakan strategi yang me minimalkan kelemahan un-tuk memanfaatkan peluang |
Threats (T)
Tentukan 5-10 Faktor-faktor ancaman eksternal |
Strategi S-T
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untukmengatasi ancaman |
Strategi W-T
Ciptakan strategi yang me- minimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman |
Sumber: Freddy Rangkuti, 2006
Hasil Dan Pembahasan
Analisis Faktor yang mempengaruhi Peningkatan Populasi Kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara
Deskripsi Responden
Peternak yang menjadi sampel penelitian merupakan peternak yang berada di Kabupaten Tapanuli Utara, Adapun pengambilan sampel dilakukan secara purposive random sampling kepada 38 peternak dengan jumlah kuisioner sebanyak 38 kuisioner, karakteristik peternak yang menjadi responden meliputi umur, pengalaman beternak, jumlah populasi ternak, pendidikan terakhir dan jumlah populasi ternak jantan dan betina yang dipelihara dalam beternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara.
Pengalaman Responden
Berdasarkan pengalaman beternak, karakteristik responden dapat dilihat pada Tabel 18 berikut.
Tabel 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Beternak
Berdasarkan pada Tabel 8, terlihat bahwa pengalaman beternak tertinggi berada pada rentang >21 tahun dengan 34,21% dan terrendah pada rentang < 5 tahun dengan 7,89%. Secara umum pengalaman beternak para peternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara termasuk kedalam waktu yang cukup lama. Peternak dalam manajerial usaha, kemampuannya dapat digambarkan melalui pengalaman beternaknya, Dimana pengalamannya ini dapat bermanfaat disaat mengatasi permasalahan dan menciptakan peluang dalam pengembangan usahanya. Disamping itu, pengalaman peternak juga mengindikasikan kemampuan dan keterampilan peternak dan manajemen pemeliharaan ternak yang dikuasai peternak akan semakin baik (Hermawan et al., 2017).
Tingkat Pendidikan Responden
Berdasarkan Tingkat Pendidikan karakteristik responden dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini.
Tabel 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Berdasarkan Tabel 9. Tingkat Pendidikan SMA/K memiliki persentase tertinggi dengan 78,95% .dampak dari Tingkat Pendidikan peternak berpengaruh terhadap kemampuan berfikir dalam pengembangan usaha ternak kerbau, tetapi hal ini bukan menjadi faktor yang menjadi penentu. Semakin tinggi Tingkat Pendidikan yang ditempuh oleh seseorang maka akan memberikan pengaruh terhadap kematangan fikiran dan perilaku serta kemampuan dalam pengambilan keputusan (Efu, 2020). Beternak merupakan kolaborasi antara Pendidikan formal dan inovasi yang dimiliki oleh tiap peternak secara personal sehingga pendidikan merupakan faktor pendukung secara teoritis saja dan bukan merupakan implementasi langsung.
Daerah Basis dan Non Basis Ternak Kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara
Kabupaten Tapanuli Utara berbatasan langsung dengan lima kabupaten. Batas-batasnya yaitu, Utara: Kabupaten Toba Samosir, Timur: Kabupaten Labuhan Batu Utara, Selatan: Kabupaten Tapanuli Selatan, Barat: Kabupaten Humbang Hasundutan dan Tapanuli Tengah. Kabupaten Tapanuli Utara terdiri dari 15 kecamatan, yaitu: Parmonangan, Adiankoting, Sipoholon, Tarutung, Siatas Barita, Pahae Julu, Pahae Jae, Purbatua, Simangumban, Pangaribuan, Garoga, Sipahutar, Siborongborong, Pagaran dan Muara. Dari 15 Kecamatan ada beberapa kecamatan yang potensial untuk pengembangan ternak Kerbau ada 8 kecamatan yang bukan merupakan basis peternakan kerbau dan 7 Kecamatan lainnya merupakan daerah basis peternakan kerbau, dimana ke 7 Kecamatan ini memiliki populasi ternak Kerbau yang lebih banyak dibandingkan Kecamatan lainnya. Daerah basis ditunjukkan dengan hasil perhitungan Location Quantion (LQ ) memiliki nilai LQ>1 yang dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Location Quation (LQ) ternak Kerbau per Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara
No | Kecamatan | Populasi Kerbau | LQ (Si/Ni) |
1 | Parmonangan | 815 | 1,7525 |
2 | Adiankoting | 46 | 0,0956 |
3 | Sipoholon | 982 | 1,2641 |
4 | Tarutung | 318 | 0,2306 |
5 | Siatas Barita | 153 | 0,3370 |
6 | Pahae Julu | 15 | 0,0345 |
7 | Pahae Jae | 18 | 0,0463 |
8 | Purbatua | 28 | 0,1071 |
9 | Simangumban | 29 | 0,1083 |
10 | Pangaribuan | 1008 | 1,0555 |
11 | Garoga | 55 | 0,0941 |
12 | Sipahutar | 1433 | 1,6036 |
13 | Siborongborong | 3090 | 1,8855 |
14 | Pagaran | 1035 | 1,7142 |
15 | Muara | 1023 | 2,2063 |
Jumlah | 10.048 |
Berdasarkan pada Tabel 10 sebanyak 7 Kecamatan yaitu Kecamatan Parmonangan, Sipoholon, Pangaribuan, Sipahutar, Siborongborong, Pagaran, dan Muara memiliki jumlah populasi ternak kerbau relative lebih banyak jika dibandingkan dengan Kecamatan lainnya dengan nilai LQ>1. Dapat dilihat nilai LQ tertinggi terdapat di kecamatan Siborongborong dengan LQ sebesar 1,8 hal ini ditandai dengan jumlah populasi ternak kerbau yang tinggi pada kecamatan tersebut yaitu sebanyak 3090 ekor. Sementara itu ke 8 Kecamatan lainnya bukan merupakan daerah basis peternakan Kerbau karena nilai LQ nya yang kurang atau lebih kecil dari 1(satu) hal ini dikarenakan Kecamatan tersebut memiliki kepadatan penduduk yang tinggi sementara populasi ternak kerbau yang relative sedikit.
Potensi Produksi Tanaman Pertanian
Potensi Produksi Jerami Padi
Berdasarkan sampling ubinan yang dilakukan secara langsung dengan mengambil sampel yang dapat mewakili Kabupaten Tapanuli Utara, pada tiga Kecamatan yaitu, Kecamatan Siborongborong, Kecamatan Tarutung dan Kecamatan Pahae Julu, dilihat potensi produksi Jerami padi yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 11. dibawah ini.
Tabel 11. Rata-rata Pengubinan Jerami Padi (Ton/Ha)
Kecamatan | Plot Ubinan ((Kg/6,25m²) | Rata-rata ubinan | Rata-rata | ||||
U1 | U2 | U3 | U4 | U5 | (Kg/6,25m²) | (Ton/Ha) | |
Siborongborong | 3,46 | 3,49 | 3,67 | 3,64 | 3,71 | 3,59 | 5,74 |
Tarutung | 3,41 | 3,98 | 3,51 | 3,89 | 3,88 | 3,73 | 5,97 |
Pahae Julu | 3,58 | 3,88 | 3,78 | 3,76 | 3,85 | 3,77 | 6,03 |
Rata-rata ubinan | 3,70 | 5,91 |
Pengubinana dilakukan pada masing-masing Kecamatan dengan lima ulangan. Pada Tabel 11, dapat dilihat bahwa Kecamatan Pahae Julu memiliki rata-rata ubinan padi tertinggi yaitu sebesar 6,03 ton/ha, rata-rata terendah yaitu Kecamatan Siborongborong sebesar 5,74 ton/ha. Potensi produksi Jerami pada setiap kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Daya Dukung Jerami Padi di Kabupaten Tapanuli Utara
Berdasarkan Tabel 12. Dapat dilihat Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara sebagai penghasil jerami padi tertinggi adalah Kecamatan Siborongborong dengan jumlah produksi Jerami segar sebesar 15.049,82 ton/th, Kecamatan Purbatua dengan jumlah produksi Jerami segar sebesar 14.069,35 ton/th disusul kecamatan Pahae Julu dengan jumlah produksi Jerami segar sebesar 12.597,76 ton/th.
Pengembangan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, diarahkan untuk dapat mengoptimalkan pemanfaatan limbah pertanian tanaman pangan sebagai bahan pakan alternatif, karena pada umumnya petani akan membakar limbah tanaman pangan agar secepatnya dapat dilakukan pengolahan tanah kembali. Limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan yang dapat memasok zat-zat makanan untuk kebutuhkan ternak, untuk hidup pokok, produksi dan reproduksi. Hidayat et. al. (2007).
Dalam skala besar Pola integrasi tanaman ternak dapat memanfaatkan Jerami padi secara optimal dengan harga yang terjangkau serta bebas limbah. Dimana konsep integrasi tersebut dilaksanakan di wilayah intervensi sistem pertanian berwawasan lingkungan (Suhardi dan Maluyu, 2016).
Kecamatan yang memiliki proper use faktor (FUF) Jerami padi tertinggi yaitu Kecamatan Siborongborong dengan jumlah 2122,02 ton/th dengan daya dukung sebesar 930,71 ST/tahun, Kecamatan Purbatua dengan jumlah 1983,78 ton/th dengan daya dukung sebesar 870,08 ST/tahun disusul kecamatan Pahae Julu dengan proper use faktor (FUF) sebesar 1776,28 ton/th dengan daya dukung sebesar 779,07 ST/tahun.
Potensi Produksi Jerami Jagung
Hasil pengubinan yang dilakukan secara langsung dengan mengambil sampel yang dapat mewakili Kabupaten Tapanuli Utara, pada tiga Kecamatan yaitu, Kecamatan Siborongborong, Kecamatan Tarutung dan Kecamatan Pahae Julu, dilihat potensi produksi Jerami padi yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 13. dibawah ini.
Tabel 13. Rata-rata Pengubinan Jerami Jagung (Ton/Ha)
Berdasarkan Tabel 13. dapat dilihat bahwa Kecamatan Siborongborong merupakan Kecamatan yang memiliki hasil ubinan tertinggi yaitu sebesar 18,63 ton/ha, Kecamatan Tarutung sebesar 17,89 ton/ha dan diikuti oleh Kecamatan Pahae Julu sebesar 16,36 ton/ha.
Potensi produksi Jerami jagung pada setiap kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara dapat dilihat pada Tabel 14. berikut ini.
Tabel 14. Daya Dukung Jerami Jagung di Kabupaten Tapanuli Utara
Pada Tabel 14. dapat dilihat Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara sebagai penghasil jerami jagung tertinggi adalah Kecamatan Pangaribuan dengan jumlah produksi Jerami segar sebesar 82.755,22 ton/th, Kecamatan Garoga dengan jumlah produksi Jerami jagung segar sebesar 76.390,79 ton/th disusul Kecamatan Parmonangan dengan jumlah produksi Jerami segar sebesar 73.427,19 ton/th.
Hal ini disebabkan karena Kecamatan Pangaribuan merupakan Kecamatan yang memiliki pertanaman jagung paling luas di Kabupaten Tapanuli Utara yaitu seluas 4.694 ha/tahun.
Potensi Produksi Kulit Ubi Kayu
Hasil pengubinan yang dilakukan secara langsung dengan mengambil sampel yang dapat mewakili Kabupaten Tapanuli Utara, pada tiga Kecamatan yaitu, Kecamatan Siborongborong, Kecamatan Tarutung dan Kecamatan Pahae Julu, dilihat potensi produksi Jerami ubi kayu yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 15. dibawah ini.
Tabel 15. Rata-rata Pengubinan Ubi Kayu (Ton/Ha)
Berdasarkan Tabel 15 dari tiga Kecamatan yang sudah dilakukan pengubinan, dapat dilihat bahwa Kecamatan Siborongborong memiliki rata-rata ubinan yang paling tinggi dengan 31,61 ton/ha, Kecamatan Tarutung dengan hasil ubinan 29,79 ton/ha dan Kecamatan Pahae Julu dengan rata-rata 28,69 ton/ha.
Potensi ubinan tiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 16 berikut ini.
Tabel 16. Daya Dukung kulit ubi kayu di Kabupaten Tapanuli Utara
Berdasarkan Tabel 16, dapat dilihat bahwa produksi hijauan segar dari ubi kayu di Kabupaten Tapanuli Utara mencapai 18.249,23 ton/th. Kecamatan Adiankoting menghasilkan produksi sebesar 3.813,81 ton/th, Kecamatan Siborongborong dengan 3.513,51 ton/th dan Kecamatan Sipahutar dengan 2.462,46 ton/th. Dari hasil tersebut menggambarkan ubi kayu memiliki potensi yang cukup tinggi sebagai substitusi atau pakan tambahan sebagai pakan bagi ternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara.
Hasil penelitian Sriutomo (2013) di Kabupaten Grobogan ubi kayu memiliki nilai daya dukung yang rendah, yakni dibawah 1, nilai ini menunjukkan bahwa selain tanaman padi, komoditas tanaman pangan lainnya tidak dapat dijadikan sebagai bahan pangan utama, nilai rendah ini disebabkan karena selain tanaman padi dan jagung komoditi tanaman pangan lainnya seperti kacang hijau, kedelai, ubi kayu, ubi jalar dan kacang tanah bukanlah merupakan tanaman yang menjadi tujuan utama mereka namun hanya sebagai tanaman selingan atau hanya sebagai pemanfaatan lahan kosong saja.
Kecamatan Adiankoting memiliki proper use faktor (PUF) tertinggi yaitu sebesar 217,39 ton/th dengan daya dukung sebanyak 95,35 ST/th, Kecamatan Siborongborong memiliki proper use faktor (PUF) sebesar 200,27 ton/th dengan daya dukung sebanyak 87,84 ST/th dan Kecamatan Sipahutar memiliki proper use faktor (PUF) sebesar 140,36 ton/th dengan daya dukung sebesar 61,56 ST/th.
Potensi Produksi Jerami Kacang Tanah
Hasil pengubinan yang dilakukan secara langsung dengan mengambil sampel yang dapat mewakili Kabupaten Tapanuli Utara, pada tiga Kecamatan yaitu, Kecamatan Siborongborong, Kecamatan Tarutung dan Kecamatan Pahae Julu, dilihat potensi produksi jerami kacang tanah yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 17. dibawah ini.
Tabel 17. Rata-rata Pengubinan Kacang Tanah (Ton/Ha)
Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat produksi hasil pengubinan yang dilakukan di tiga Kecamatan yang mewakili Kabupaten Tapanuli Utara, dimana produksi pengubinan dari lima ulangan di tiap kecamatan tersebut bahwasanya Kecamatan Tarutung memiliki nilai rata-rata ubinan kacang tanah tertinggi dengan hasil 5,37 ton/ha, Kecamatan Pahae Julu dengan 5,22 ton/ha dan Kecamatan Siborongborong dengan hasil 5,08 ton/ha.
Potensi daya dukung Jerami kacang tanah pada setiap kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara dapat dilihat pada Tabel 18 dibawah ini.
Tabel 18. Daya Dukung Jerami kacang tanah di Kabupaten Tapanuli Utara
Berdasarkan Tabel 18, dapat dilihat Kecamatan Tarutung dengan jumlah produksi Jerami segar sebesar 2.632,97 ton/th, hal ini disebabkan karena Kecamatan Tarutung merupakan kecamatan yang memiliki pertanaman kacang tanah paling luas di Kabupaten Tapanuli Utara yaitu seluas 504,40 ha/tahun.
Disusul Kecamatan Sipoholon dengan jumlah produksi Jerami kacang tanah segar sebesar 1.833,79 ton/th dan Kecamatan Pagaran dengan jumlah produksi Jerami kacang tanah segar sebesar 1.692,32 ton/th.dapat dilihat bahwa komoditi kacang tanah memiliki potensi yang cukup tinggi sebagai pakan tambahan bagi ternak Kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara.
Kecamatan Tarutung memiliki proper use faktor (PUF) tertinggi yaitu sebesar 371,25 ton/th dengan daya dukung sebanyak 162,83 ST/th, Kecamatan Sipoholon memiliki proper use faktor (PUF) sebesar 258,56 ton/th dengan daya dukung sebanyak 113,41 ST/th dan Kecamatan Pagaran memiliki proper use faktor (PUF) sebesar 238,62 ton/th dengan daya dukung sebesar 104,66 ST/th.
Berapa sumber pakan asal limbah tanaman pangan yang potensial untuk pakan adalah jerami padi, jerami jagung, jerami kacang kedele, jerami kacang tanah, daun ubi jalar, daun singkong dan limbah pertanian lainnya. Limbah tersebut terkonsentrasi di daerah pengembangan komoditas ternak atau mungkin berada di luar daerah pengembangan ternak (Tanuwiria et al, 2006).
Potensi Produksi Tanaman Pertanian
Potensi produksi tanaman pertanian yang meliputi Jerami padi, Jerami jagung, kulit ubi kayu dan Jerami kacang tanah sebagai daya dukung sumber pakan ternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara dapat dilihat pada Tabel 19 berikut ini.
Tabel 19. Daya dukung tanaman pertanian di Kabupaten Tapanuli Utara
Berdasarkan Tabel 19, daya dukung tanaman pertanian memiliki potensi yang cukup tinggi untuk digunakan sebagai pakan ternak yaitu sebannyak 36.595,55 ST/tahun. Beberapa limbah hasil pertanian tanaman pangan seperti jerami padi daya dukungnya adalah sebanyak 8.249,92 ST/tahun, jerami jagung daya dukungnya adalah sebanyak 26.594,67 ST/tahun, kulit ubi kayu daya dukungnya adalah sebanyak 1.128,57 ST/tahun dan Jerami kacang tanah daya dukungnya adalah sebanyak 622,39 ST/tahun.
Pengembangan usaha tanaman pangan dan ternak melalui daya dukung lahan pertanian perlu diusahakan, Dimana limbah hasil pertanian dapat memperbaiki produksi peternakan sekaligus sebagai sumber ketersediaan pakan bagi ternak. Kebiasaan ternak untuk mengkonsumsi pakan ternak dari limbah pertanian sangat tergantung pada kemampuan peternak untuk penyediaanya (Rusdiana dan Martono,2014)
Analisis Regresi Berganda Peternak Kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara
Analisis regresi linier berganda bertujuan untuk mengetahui pengaruh dua atau lebih variabel independent (X) terhadap variabel dependent (Y). Menurutu V. Wiratna Sujarweni (2014), model regresi linier berganda dapat disebut sebagai model yang baik (memiliki ketepatan dalam estimasi, tidak bias dan konsisten) jika model tersebut memenuhi asumsi normalitas dan bebas dari asumsi klasik, multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokolerasi (khusus time series/ data runtut waktu). Tahapan Analisis :
Persiapkan tabulasi data penelitian.
Analisis Regresi Linier Berganda + Uji Asumsi Klasik (Normalitas, Multikolinearitas, Heteroskedastisitas, dan Autokolerasi) dengan SPSS.
Melihat dasar pengambilan keputusan dalam uji normalitas, multikolinearitas, heterokedastisitas, autokolerasi, dan regresi linier berganda (uji t dan uji F).
Pembahasan dan pembuatan kesimpulan.
Uji Normalitas
Berdasarkan hasil uji normalitas data penelitian terdistribusi secara normal. Distribusi normal data penelitian membentuk satu garis diagonal dan selaras dengan ploting data residual. Dalam melihat normalitas residual dapat dilihat probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Terlihat pada gambar dibawah ini, data tersebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonalnya sehingga data residual berdistribusi normal. Berdasarkan hasil analisis Kolmogorov – Smirnov test yang menunjukkan bahwa uji normalitas yang diporelah untuk Y adalah 0,071 dengan standar deviasi sebesar 0,49. Berdasarkan hasil uji normalitas jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal.
Gambar 2. Normal P-Plot dari Analisis Standar Residual
Uji Multikolinerialitas
Uji multikolinearitas digunakan pada model regresi untuk menemukan korelasi antar variabel bebas. Masalah multikolinearitas muncul jika terdapat korelasi antara independent variable dan dependent variable. Model regresi yang baik seharusnya tidak memiliki korelasi antar variabel bebasnya.
Tabel 20. Hasil Analisis Uji Multikolinearitas
Berdasarkan Tabel 20 diatas, nilai kolinearitas tolerance lebih dari 0,10 dan nilai kolinearitas VIF kurang dari 10 sehingga tidak terjadi adanya kejadian multikolinearitas. Hasil nilai kolinearitas tolerance dan VIF termasuk dalam kategori tidak memiliki korelasi sehingga data yang digunakan memenuhi untuk dilanjutkan ke uji selanjutnya.
Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas digunakan pada model regresi untuk mengetahui ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Gambar 3. Scatterplot Heteroskedastisitas
Berdasarkan Gambar 3 scatterplots heteroskedastisitas diatas dapat disimpulkan bahwa data penelitian tidak mengalami kejadian heteroskedastisitas. Syarat untuk data penelitian tidak mengalami kejadian heteroskedastisitas adalah titik penyebaran diatas atau disekitar antar 0, penyebaran titik–titik tidak mengacu pada suatu pola, penyebaran titik–titik tidak berkumpul pada suatu daerah tertentu dan penyebaran titik – titik membentuk gelombang tertentu.
Uji silmultan (Uji F)
Uji F setelah dilakukan pengujian asumsi klasik dan memperoleh kesimpulan bahwa model dapat digunakan untuk melakukan pengujian analisis regresi berganda. Maka selanjutnya melakukan pengujian hipotesis secara simultan dengan uji F dan pengujian hipotesis secara persial dengan uji t.
Tabel 21. Output Uji Silmultan (Uji F)
Berdasarkan tabel 21 diketahui nilai F hitung adalah 23,507 dengan nilai F tabel sebesar 2,659 artinya bahwa nilai F hitung (23,507) > F tabel (2,659) dan nilai (Sig) 0,00 lebih kecil dari 0,05 maka dapat disimpulkan variable independen pakan ternak, sistem perkawinan, jumlah indukan produktif, dan pengalaman beternak secara simultan berpengaruh terhadap variable dependen yaitu peningkatan populasi ternak kerbau. Secara teoritis, dalam analisis regresi linier berganda, uji F digunakan untuk menguji apakah semua variabel independen secara bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap variabel dependen (Gujarati & Porter, 2009).
Pengujian simultan diatas telah diketahui, seluruh variable bebas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variable terikat. Variable bebas yang memiliki pengaruh yang lebih signifikan terhadap keberhasilan IB perlu diketahui yang mana yang paling signifikan perlu menggunakan pengujian parsial (Uji t). Berdasarkan hasil uji persial (Uji t) dapat di ketahui bahwa variable bebas yang memiliki pengaruh paling signifikan terhadap angka peningkatan populasi ternak kerbau. Dimana t hitung pakan ternak (4,517) > t tabel (2,035) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh pakan ternak terhadap peningkatan populasi ternak.
Regresi adalah satu metode untuk menentukan hubungan sebab akibat antara satu variable dengan variable yang lainnya. Setelah dilakukan uji asumsi klasik dan diperoleh data yang berdistribusi normal, tidak terjadi multikolinearitas, dan tidak terjadi heteroskedastisitas, maka selanjutnya data dapat dianalisis dengan analisis regresi linear berganda. Adapun gunanya analisis regresi linear berganda untuk mengetahui sejauh mana pengaruh variable-variable independen terhadap variable dependen. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda yang dilakukan di peroleh hasil sebagai berikut:
Tabel 22. Analisis Regresi Linear Berganda
Persamaan regresi linier berganda diatas dapat diuraikan sebagai berikut:
Y= -1,553 + 0,644 (X1) + 0,348 (X2) + 0,519 (X3) + 0,244 (X4)
Berdasarkan hasil persamaan regresi tersebut dapat dijelaskan bahwa:
Nilai konstanta yang didapat sebesar -1,553, maka memiliki arti bahwa apabila Variabel X nilai konstantanya diasumsikan bernilai 0 maka nilai Y adalah -1,553.
Nilai koefisien regresi variabel pakan ternak (X1) bernilai positif sebesar 0,644 maka memiliki arti bahwa apabila ada kenaikan 1% varibel pakan ternak (X1) akan menyebabkan peningkatan pada populasi ternak kerbau (Y) sebesar 0,644.
Nilai koefisien regresi variabel sistem perkawinan (X2) bernilai positif sebesar 0,348 maka memiliki arti bahwa apabila ada kenaikan 1% varibel sistem perkawinan (X2) akan menyebabkan peningkatan pada populasi ternak kerbau (Y) sebesar 0,348.
Nilai koefisien regresi variabel jumlah indukan produktif (X3) bernilai positif sebesar 0,519 maka memiliki arti bahwa apabila ada kenaikan 1% varibel jumlah indukan produktif (X3) akan menyebabkan peningkatan pada populasi ternak kerbau (Y) sebesar 0,519.
Nilai koefisien regresi variabel pengalaman beternak (X4) bernilai positif sebesar 0,244 maka memiliki arti bahwa apabila ada kenaikan 1% varibel pengalaman beternak (X4) akan menyebabkan peningkatan pada populasi ternak kerbau (Y) sebesar 0,244.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pakan ternak dan jumlah indukan produktif memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan populasi ternak kerbau. Semakin tinggi nilai variabel pakan ternak dan jumlah indukan produktif maka akan semakin besar jumlah peningkatan populasi ternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara.
Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi merupakan alat uji regresi yang digunakan untuk melakukan pengujian terhadap tingkat keeratan hubungan antara variable dependen dan independen. Adapun hasil data dari pengujian menggunakan alat uji SPSS nilai koefisien determinasi dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 23. Hasil Output Uji Koefisien Determinasi (R2)
Berdasarkan tabel 23 nilai koefisien determinasi R2 terletak pada kolom R Square. Diketahui nilai koefisien determinasi sebesar 0,740 hal ini berati seluruh variable bebas secara simultan memengaruhi variable peningkatan populasi ternak kerbau 74% dari faktor pakan ternak, sistem perkawinan, jumlah indukan produktif, dan pengalaman beternak. Dengan kata lain, faktor-faktor yang dimasukkan dalam model penelitian hanya memiliki pengaruh kecil terhadap keberhasilan IB, sedangkan 26% variasi lainnya disebabkan oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model.
Perumusan Strategi Pengembangan Kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara
Berdasarkan Hasil pengamatan penelitian peneliti diperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi Analisa SWOT yaitu faktor internal dan faktor eksternal yang akan mempengaruhi strategi dalam pengembangan produktivitas ternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara. Adapun beberapa Faktor dalam penelitian ini adalah pengalaman beternak, indukan produktiv, sistem pemeliharaan, pemotongan betina produktiv, pemberian pakan tambahan dan modal usaha. Faktor Eksternal pada penelitian ini adalah tenaga pendamping/penyuluh, iklim, harga, permintaan, kondisi alam dan iklim, kandang, lahan penggembalaan, serangan penyakit dan teknologi IB.
Skoring Faktor Internal (Kekuatan dan Kelemahan)
Faktor internal merupakan faktor langsung yang menyangkut dengan kondisi peternak, yang termasuk faktor internal dalam penelitian ini adalah populasi indukan betina produktif, pengalaman beternak yang tinggi, keterbatasan modal usaha,minimnya pemberian pakan tambahan, sistem pemeliharaan yang masih ekstensif dan ketersediaan kandang yang belum memadai. Tujuan pemberian skoring adalah untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan Dimana skor 1 dan 2 menunjukkan kelemahan dan skor 3 dan4 menunjukkan kekuatan, berdasar hasil penelitian diperoleh skoring faktor internal pada tabel 24 berikut ini.
Berdasarkan Tabel 24 yang merupakan kekuatan adalah pengalaman beternak dan populasi indukan betina produktif sedangkan faktor kelemahan terdiri dari keterbatasan modal usaha, minimnya pemberian pakan tambahan, kandang yang belum memadai dan sistem pemeliharaan yang maasih ekstensif.
Tabel 24. Skoring Faktor Internal Peternak Kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara
Faktor Kekuatan
Pengalaman beternak yang tinggi
Pengalaman beternak merupakan faktor internal yang merupakan faktor kekuatan pada pengembangan produktivitas ternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara. Pengalaman peternak mendapat skor 4 dalam hasil wawancara kepada peternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara, hal ini menunjukkan peternak telah memiliki pengalaman yang cukup lama dalam beternak kerbau. Secara umum pengalaman peternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara berada pada rentang 5 – 40 tahun sehingga sangat berpotensi dalam pengembangan produktivitas ternak kerbau. Meningkatnya pengalaman dibidang peternakan diharapkan pengetahuan yang diperoleh akan bertambah sehingga akan meningkatkan keterampilan dalam menjalankan usaha peternakannya (Silaen et al, 2022). Umur dan pengalaman peternak akan sangat memberi pengaruh kepada peternak dalam menjalankan usaha ternaknya. Peternak dengan rentang pengalaman yang tinggi cenderung akan lebih berhati-hati dalam setiap pengambilan Keputusan hal ini disebabkan pengalaman yang sudah menjadi pembanding mereka dalam setiap Keputusan yang diambil dan hal inilah yang menjadi penyemangat untuk berubah (Iskandar dan Arfai, 2007).
Populasi Indukan Betina produktif yang tinggi
Salah satu faktor internal yang cukup kuat dalam meningkatkan produktivitas ternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara adalah populasi indukan betina produktif. Pada penelitian ini hasil survey menunjukkan populasi indukan betina produktif berada pada skor 3 yang merupakan faktor kekuatan. Pemotongan indukan betina produktif pada ternak kerbau sangat sedikit hal ini dikarenakan kebijakan pemerintah dengan adanya larangan pemotongan untuk indukan betina produktif karna akan berimbas pada penurunan produksi ternak kerbau, disamping itu akan berdampak pada kenaikan harga kerbau, karna jika suplai kerbau menurun maka harga akan meningkat yang memicu peternak menjual ternaknya lebih cepat, disamping itu hal ini akan berpengaruh terhadap kelestarian ternak kerbau baik secara kuantitas maupun kualitas, disamping itu rendahnya pemotongan indukan betina produktif dikarenakan kearipan lokal di daerah Tapanuli Utara yang memiliki kebiasaan menghidangkan dali ni horbo dimana hidangan ini merupakan ciri khas masyarakat Tapanuli Utara, bahan dasarnya adalah dari susu kerbau yang hanya bisa diperoleh dari indukan betina produktif yang sedang masa laktasi, hal ini juga yang menjadi pemicu rendahnya pemotongan indukan betina produktif di Kabupaten Tapanuli Utara.
Faktor Kelemahan
Modal Usaha
Modal merupakan hal penting lainnya dalam menunjang pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara, modal berperan penting dalam sarana dan prasarana dalam beternak kerbau. Berdasarkan hasil wawancara pada peternak modal usaha mendapat skor 2 yang berarti peternak memiliki modal awal yang kecil dengan hanya beternak kerbau tanpa menyediakan kandang sebagai sarana dalam beternak. Kurangnya modal ini akan menjadi kelemahan dalam pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara, Dimana modal berperan secara langsung dalam penyediaan sarana dan prasarana peternakan kerbau, selain kandang, pemenuhan kebutuhan bibit juga akan mengalami kendala akibat minimnya modal.
Minimnya pemberian pakan tambahan
Minimnya pemberian pakan tambahan merupakan faktor kelemahan dalam usaha pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara, peternak memberikan pakan tambahan namun masih dalam jumlah yang sangat minim, bahkan ada yang sama sekali tidak memberikan pakan tambahan. Hasil survei menunjukkan pemberian pakan tambahan hanya mendapat skor 2 yang berarti adanya kelemahan pada variable ini. Secara unun peternak hanya mengandalkan padang penggembalaan sebagai pakan utama bagi ternak kerbaunya. Ternak yang kurang mendapatkan suplay nutrisi akan berdampak pada lambatnya peningkatan bobobt bsdsn ternak, sehingga menjadikannya sebagai faktor kelemahan dalan pengembangan produktivitas ternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara.
Sistem pemeliharaan yang masih ekstensif
Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa sistem pemeliharaan termasuk kedalam faktor kelemahan dalam pengembangan produktivitas ternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara.sistem pemeliharaan memperoleh nilai skor 2 karena peternak kebanyakan memelihara secara semi intensif. Peternak rata-rata mengembalakan ternaknya sehingga jarang memberikan pakan tambahan, bahkan beberapa petrnak hanya mengembalakan ternaknya didekat rumah sehingga ternak mudah terserang penyakit, ada juga petrnak yang mengembalakan ternaknya dilapangan pengembalaan tanpa mengandangkannya dimalam hari, hal ini akan berdampak pada saat ternak memakan rumput dipagi hari kemungkinan ternak akan terkena penyakit cacingan dan bahkan kembung.
Ketersediaan kandang yang belum memadai
Ketersediaan kandang termasuk kedalam kategori kurang sehinngga menjadikannya sebagai faktor kelemahan karna akan menghambat dalam pengembangan produktivitas ternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara. Fungsi kandang antara lain adalah sebagai tempat berlindung ternak pad malam hari, menjaga ternak dari bahaya pencurian, memudahkan pengelolaan ternak dalam proses produksi seperti pemberian vitamin, pemberian pakan tambahan, minum, perkawinan serta pengefisiensian dalam pemakaian tenaga kerja (Sukmawati et al, 2010). Ketersediaan kandang mendpaat nilai skor 2 karena berdasarkan survey kebanyakan petrnak hanya mengikat kerbau disekitar rumah tanpa membangun kandang yang baik sehingga hal ini dapat menjadi penyebab mudahnya ternak terjangkit penyakit.
Skoring Faktor Eksternal (Peluang dan Ancaman) Faktor Peluang
Faktor Eksternal adalah faktor yang menyangkut dengan kondisi yang terjadi diluar peternakan yang memberi pengaruh dalam pembuatan Keputusan peternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara. Faktor eksternal dalam penelitian ini adalah daya dukung tanaman pertanian, harga, permintaan, sistem perkawinan dengan IB, alih fungsi lahan, serangan penyakit dan iklim. Tujuan skoring pada faktor eksternal adalah untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan. Skor 1 dan 2 menunjukkan ancaman dan skor 3 dan 4 menunjukkan peluang.berdasrkan hasil penelitian didapat skoring faktor eksternal pada tabel 25 berikut ini.
Tabel 25 Skoring Faktor Eksternal Peternak Kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara
Faktor Peluang
Daya Dukung Tanaman Pertanian yang melimpah
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, daya dukung tanaman pertanian yang melimpah di Kabupaten Tapanuli Utara merupakan faktor peluang. Daya dukung tanaman pertanian terdiri dari limbah tanaman padi, jagung, ubi kayu dan kacang tanah, total daya dukung tanaman pertanian di Kabupaten Tapanuli Utara mencapai 36.595,55 ST/th. Daya dukung tanaman pertanian ini terdiri dari daya dukung tamanan padi sebesar 8.249,92 ST/th, tanaman jagung 26.594,67 ST/th, tanaman ubi kayu sebesar 1.128,57 ST/th dan tanaman kacang tanah 622,39 ST/th.
Daya dukung tanaman pertanian yang berlimpah merupakan kekuatan, dimana limbah tanaman pertanian tersebut dapat digunakan sebagai sumber pakan yang dapat meningkatkan pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara.
Harga jual yang tinggi
Berdasarkan hasil survey penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa harga jual kerbau merupakan peluang, Dimana harga jual mendapat nilai skor 4 berdasarkan wawancara pada peternak. Hal ini dikarenakan daging kerbau merupakan prioritas dalam pemenuhan protein hewani di Kabupaten Tapanuli Utara selain babi, dan ayam. Disamping itu Tapanuli Utara, secara keseluruhan didominasi oleh suku Batak Toba. Dalam masyarakat Batak, khususnya, Toba, tingkatan kegiatan-kegiatan adat maupun ritual budaya dapat dilihat dari binatang apa yang disembelih. Yang paling tinggi adalah kerbau, yang oleh masyarakat Batak Toba sering diistilahkan sebagai “Gajah Toba”. Hal inilah yang menjadikan ternak kerbau memiliki niali jual yang tinggi di Kabupaten Tapanuli Utara.
Permintaan Konsumen yang terus bertambah
Berdasarkan hasil survey penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa permintaan konsumen merupakan faktor peluang. Permintaan konsumen mendapat skor 3, karna ternak kerbau selain umum dijual di pasar juga dipergunakan dalam acara ritual adat dalam budaya batak. Tingginya harga jual merupakan kekuatan untuk meningkatkan pendapatan para peternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara.
Sistem Perkawinan dengan Inseminasi Buatan/IB
Sistim perkawinan dengan menggunakan IB merupakan kekuatan untuk peernak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara dengan skor 3. IB dilakukan dengan tujuan untuk mengoptimalkan angka kelahiran dengnan cepat dan teratur, mencegah penularan penyakit kelamin (Silaen, 2022). Peternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara telah memanfaatkan teknologi IB dengan bantuan melalui petugas IB di Kecamatan, teknologi ini lebih memperbesar kemungkinan ternak kerbau betina untuk bunting sehingga perencanaan untuk kebuntingan ternak dapat terjadwal dengan baik sehingga dapat meningkatkan pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara.
Faktor Ancaman
Alih fungsi lahan
Hasil survei pada penelitian ini diperoleh bahwa alih fungsi lahan mendapat skor 2 karena perubahan status lahan yang awalnya dapat dijadikan sebagai lahan penggembalaan (pertanian) dikonversikan menjadi areal Pembangunan jalan, pemukiman, pabrik dan sebagainya. Terbatasnya lahan penggembalaan di Kabupaten Tapanuli Utara yang berdampak dapat mempengaruhi produktivitas ternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara.
Serangan penyakit
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, faktor serangan penyakit menjadi ancaman dalam pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara, dengan skor 1 hal ini berarti kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara pernah mengalami serangan penyakit, yang sering dialami adalah cacingan dan kembung. Hal ini dikarenakan ternak kerbau memakan hijauan yang masih memiliki banyak kandungan air atau basah saat di gembalakan pada pagi hari, gas yang dihasilkan oleh hijauan dapat mengakibatkan kembung karena gas yang dihasilkan dari dalam rumen tidak dapat keluar karena cairan rumen tertutup oleh buih hasil fermentasi pakan dalam rumen, pada kondisi ini gas dapat menekan organ termasuk jantung dan paru-paru sehingga dapat menyebabkan kematian.
Curah Hujan yang tinggi
Curah hujan yang tinggi merupakan ancaman dalam usaha beternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara, dengan skor 2. Curah hujan yang cukup tinggi di Kabupaten Tapanuli Utara sangat mempengaruhi produktivitas ternak dan Kesehatan ternak. Suhu dan kelembaban berpengaruh terhadap peningkatan curah hujan yang dapat mempengaruhi produksi ternak kerbau sehingga menyebabkan perubahan keseimbangan panas didalam tubuh ternak, (Kadarsih,2004) menyatakan bahwa perbedaan ketinggian tempat berpengaruh terhadap performa hewan ternak. Hal ini merupakan faktor eksternal dalam usaha ternak.
Pembobotan Faktor Strategis
Pembobotan dapat dilakukan melalui Teknik komparasi berpasangan dengan nilai skala banding 1,2 dan 3. Setelah diperoleh nilai kepentingan masing-masing dari responden dibuat matriks penilaian tiap faktor dari seluruh responden, kemudian dicari rata-rata perbandingan seluruh responden dengan menggunakan rumus geometris dan kemudian nilai rata-rata tersebut dinormalisasikan dengan menggunakan aritmatika. Rata-rata dari nilai normalisasi inilah yang menjadi bobot dari setiap faktor. Pembobotan faktor internal dan faktor eksternal dapat dilihat pada tabel 26 berikut.
Tabel 26. Pembobotan Faktor Strategis (Internal dan Eksternal)
Produktivitas Kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara
Penentuan Strategi Pengembangan Ternak Kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara
Tahap akhir dari SWOT yaitu penentuan alternatif strategi. Matriks SWOT dapat disusun berdasarkan faktor-faktor internal dan eksternal. Berdasarkan matriks SWOT makan akan diperoleh 4 strategi utama yaitu Strength – Opportunities (SO), strategi Weaknesses – Opportunities (WO), strategi Strength Threats (ST) dan strategi Weaknesses-Threats (WT)
Pada tahapan ini merupakan tahap evaluasi strategi dalam pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara. Langkah-langkah yang dilakukan dalam membuat evaluasi faktor internal dan faktor eksternal adalah menghitung perkalian antara skor dan bobot besar bobot diperoleh berdasarkan Teknik komparasi berpasangan (pair comparison) yaitu teknik membandingkan faktor antara yang satu dengan yang lainnya didalam setiap faktor internal maupun faktor eksternal. Melalui parameter yang telah ditetapkan maka akan diketahui besaran skor, dimana parameter tersebut ditetapkan berdasarkan data yang telah diperoleh melalui wawancara kepada responden penelitian. Masing-masing faktor strategis ditentukan skor berdasarkan parameter yang ditetapkan. Skor 1 dan 2 merupakan kelemahan pada faktor internal, skor 3 dan 4 merupakan kekuatan. Pada faktor eksternal skor 1 dan 2 merupakan ancaman sedangkan skor 3 dan 4 merupakan peluang, setelah itu dilakukan perhitungan perkalian bobot dan skor. Pada faktor strategi internal dan eksternal dalam pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara, perkalian bobot dan skor dapat dilihat pada tabel 27 dan tabel 28.
Pada tabel 27 terdapat pada faktor internal terdapat 2 kekuatan dan 3 kelemahan, kekuatan memiliki skor bobot tertinggi yaitu pengalaman beternak sebesar 1,04 dan pada kelemahan diketahui skor bobot tertinggi pada modal usaha yang masih minim sebesar 0,28. Berdasarkan hasil tersebut maka diketahui bahwa pengalaman beternak adalah faktor terpenting dalam pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara.
Tabel 27. Matriks Evaluasi Faktor Internal berdasarkan IFAS
Berdasarkan tabel 28 dibawah ini dapat dilihat pada faktor eksternal diketahui 4 peluang dan 3 ancaman. Daya dukung lahan pertanian yang melimpah memiliki skor bobot tertinggi yaitu 0,79 sedangkan bobot ancaman tertinggi adalah alih fungsi lahan dengan bobot 0,20. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat diketahui bahwa daya dukung lahan pertanian merupakan faktor terpenting pada pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara.
Tabel 28. Matriks Evaluasi faktor Eksternal berdasarkan EFAS
Selisih bobot skor pada faktor internal menyatakan nilai IFE (Internal Faktor Evaluation) yaitu 0,76 dengan tanda positif sedangkan selisih bobot skor pada Faktor eksternal menyatakan nilai EFE (Eksternal Faktor Evaluation) yaitu 1,55 dengan tanda positif. Nilai IFE dinyatakan pada sumbu X sedangkan nilai EFE dinyatakan pada sumbu Y.
Perpotongan nilai IFE dan EFE berada pada kuadran I yaitu strategi agresif (growth oriented strategy). Strategi agresif merupakan strategi yang mendukung untuk memaksimalkan kekuatan serta peluang yang ada. Strategi agresif merupakan strategi yang dapat digunakan dalam mengembangkan kerbau oleh para peternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara, nilai IFE dan EFE dapat dituangkan kedalam matriks SWOT pada gambar berikut ini.
Gambar 4. Matriks Posisi Kuadran dalam Pengembangan Kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara
Pengalaman peternak dan populaasi indukan betina produktif merupakan fokus kekuatan (strength) yang dapat dimaksimalkan potensinya dalam mengembangkan usaha kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara. Disamping itu faktor peluang seperti Daya dukung lahan pertanian yang melimpah, harga jual yang tinggi, permintaan konsumen yang terus bertambah dan sistem perkawinan menggunakan IB juga merupakan faktor utama dalam memaksimalkan pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara.
Tabel 29. Penyusunan Strategi peningkatan produktivitas Kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara
Perumusan strategi SO (Strenght – Opportunities) berdasarkan pengelolaan kekuatan yang dimiliki peternak di kawasan Kabupaten Tapanuli Utara, untuk memanfaatkan peluang yang ada dalam pengembangan ternak kerbau berbasis limbah pertanian tanaman pangan. SO (Strenght – Opportunities) menghasilkan strategi yaitu:
Dengan dukungan dari pemerintah dalam peningkatan populasi ternak terutama penyediaan bibit dan peningkatan SDM peternak dan investasi untuk meningkatkan populasi ternak kerbau dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber pakan yang ada harus dilaksanakan untuk pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara.
Kesimpulan Dan Saran
Kesimpulan
Kesimpulan pada penelitian ini adalah:
Saran
Saran pada penelitian ini adalah
Untuk memaksimalkan potensi daya dukung lahan pertanian dalam pengembangan produktivitas ternak kerbau disarankan kepada peternak untuk memanfaatkan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan alternatif seperti memfermentasi limbah pertanian dari Jerami padi, Jerami kacang tanah, Jerami jagung dan kulit ubi kayu sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerbau di Kabupaten Tapanuli Utara.
Peternak disarankan untuk rutin melaksanakan pemeriksaan kesehatan ternaknya dengan memperkuat sistem kesehatan ternak berbasis kelompok melalui jadwal vaksinasi dan monitoring kesehatan berkala.
Daftar Pustaka